Seminggu yang lalu saya
menonton video ijab kabul yang terjadi di Desa Tungkap, Tapin, Kalimantan
Selatan. Ijab kabul ini bukan ijab kabul biasa. Sepasang anak SMP melakukan
pernikahan dini. Duh, miris saya menonton mempelai laki-laki mengucapkan ijab
kabul yang bahkan suaranya aja masih terdengar bocah banget alias belum akil
balig! Boro-boro mikirin kesiapan mental dan finansial berumah tangga, organ
reproduksi mereka aja belum matang! Organ reproduksi yang belum matang
meningkatkan risiko kematian saat melahirkan menjadi 5 kali lipat lebih besar dan menyebabkan perempuan rentan
terkena macam-macam kanker seperti kanker payudara dan kanker serviks.
Gimana reaksi orangtua pasangan
tersebut? Mereka tidak hadir. Selama ini mempelai laki-laki tinggal bersama
neneknya (kedua orangtuanya sudah berpisah), sementara orangtua mempelai
perempuan sudah lama meninggal dunia.
Edukasi keluarga tentang hak-hak anak
Anak-anak
Indonesia berhak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini bisa
terwujud jika keluarga paham hak-hak anak.
Berdasarkan data dari kemendagri.go.id, Indonesia tercatat memiliki hampir 70 juta Kepala Keluarga yang diharapkan komit memenuhi hak-hak anak. Kenyataannya, kasus perkawinan anak, gizi buruk, dll masih jamak kita jumpai. Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu keluarga Indonesia memenuhi hak-hak anak?
Kementerian PP-PA melalui
Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak menggelar media gathering dengan tema
Media
Menginspirasi: Media Mengedukasi Keluarga Wujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA)
2013 di Penang Bistro, Jakarta Pusat (17/7).
Langkah Kementerian PP-PA mengajak media untuk turut membantu MENGEDUKASI KELUARGA merupakan hal tepat dan sesuai dengan amanat UU Pers dan UU Perlindungan Anak untuk pemenuhan hak-hak anak.
Media
berfungsi menyampaikan informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Melalui media, masyarakat mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
Pada tahun 2006, Indonesia
membuat Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
KLA adalah sistem pembangunan yang berbasis hak anak melalui komitmen yang
terintegrasi, melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan media untuk menjamin
pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Secara resmi KLA diluncurkan
pada tahun 2010.
Tahun ini, sebanyak 389
kabupaten/kota dikembangkan menjadi KLA. Dari jumlah tersebut, 176
kabupaten/kota berhasil meraih penghargaan dari berbagai kategori. Acara
penghargaan KLA akan digelar di Surabaya pada tanggal 23 Juli 2018 bertepatan
dengan Hari Anak Nasional. Pertanyaannya, kenapa agenda KLA masih banyak yang
belum tuntas, ya?
![]() |
Narsum di acara media gathering |
Keluarga adalah tempat yang pertama dan utama
Keluarga punya peranan sangat besar dalam
proses tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan. Keluarga tempat pertama dan
utama pemenuhan hak anak untuk masa depan anak. Selain orangtua, yang termasuk
keluarga di sini adalah keluarga inti dan keluarga extended. Jangan sampai anak-anak
tidak ada yang mengasuh. Ini statement resmi dari Konvensi Hak Anak.
Jadi, Teman-teman tahu kan
kenapa kita harus membantu mengedukasi keluarga? Jumlah anak-anak (di dalam
kandungan dan di bawah usia 18 tahun) kira-kira sepertiga dari total jumlah
penduduk Indonesia atau 87 juta jiwa. “Kalau sebuah keluarga gagal mengasuh, dampak yang diterima
bukan hanya ke anak atau keluarganya sendiri, melainkan juga ke masyarakat dan
bangsa,” tegas Bu Lenny N. Rosalin, Deputi
Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak.
Berikut prinsip-prinsip
pembangunan anak; nondiskriminasi (semua anak berhak mendapat perlakuan yang
sama dari sisi suku, agama, dll), menghargai pandangan anak, kepentingan
terbaik bagi anak, dan hak hidup kelangsungan hidup perkembangan setiap anak
harus dijamin.
Pemenuhan hak anak dan
perlindungan khusus anak secara garis besar terdapat dalam 5 klaster, sbb:
1. hak sipil dan kebebasan
Anak
harus punya akta kelahiran atau identitas. Daftar sekolah, bikin paspor, dll,
butuh akta kelahiran. Jika tidak punya, anak rawan terjerat child trafficking.
Fakta di lapangan, sekitar 99% anak yang menjadi korban, tidak punya akta
kelahiran. Duh, serem!
2. lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
Seperti
yang sudah saya sebutkan di atas, jika anak tidak punya orangtua, anak bisa
diasuh oleh keluarga inti atau keluarga extended.
3. kesehatan dasar dan kesejahteraan
Ini
udah jelas banget. Kasus gizi buruk, tidak mendapatkan ASI (karena orangtua
tidak tahu bahwa ASI penting), anak merokok, dll masih menghantui anak-anak
kita.
4. pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya
Anak
butuh sekolah yang aman, kantin yang sehat, misalnya. Mereka yang memanfaatkan
waktu luang di jalur positif akan mengurangi angka tawuran, pemakaian narkoba,
merokok, dll.
5. perlindungan khusus
Pekerja anak, anak yang
bermasalah dengan hukum, ini salah dua poin dalam perlindungan khusus. Perkuat
klaster 1–4 supaya anak tidak terjerumus dan bermasalah di klaster 5. Ajarkan
anak untuk melindungi diri mereka sendiri. Jika terjadi masalah di klaster 5,
biaya yang harus dikeluarkan banyak sekali.
Perlindungan anak dalam media penyiaran
Kalau
disebut media penyiaran, yang
langsung saya ingat adalah teve. Jujur, saya prihatin betul dengan acara teve
yang sekarang ini dari reality show (tapi bo’ongan), acara musik slapstik,
sinetron kejar tayang (siang naskah dibikin, sore syuting), dst. Bisa dibalikin
lagi enggak sinetron Keluarga Cemara,
kuis Kata Berkait, acara musik MTV,
dll itu?
Padahal, berdasarkan survei AC
Nielsen tahun 2017, teve masih menjadi media yang tingkat penetrasinya yang
cukup tinggi. Masyarakat hampir segala usia masih menonton teve. Teve ibarat anggota keluarga yang tidak ada di dalam
list Kartu Keluarga. Ulala.
Poin
Perlindungan Anak sangat penting dalam media penyiaran. Anak-anak penikmat
media dan mereka sangat imitatif. Oleh sebab itu, media penyiaran memiliki peraturan soal
batasan usia, perlindungan pornografi serta unsur seksualitas, larangan
kekerasan verbal serta nonverbal, unsur mistis, dan kesesuaian dengan
psikologis anak.
Di Inggris, seorang anak perempuan meninggal karena lehernya terikat pita. Dia meniru adegan kartun Dora the Explorer. Di Tiongkok, anak usia 4 dan 7 tahun mendapat kekerasan dari teman-temannya. Teman-temannya terinspirasi film kartun di channel di Tiongkok. Di Irak, seorang anak gantung diri setelah menonton adegan eksekusi Saddam Hussein yang ditayangkan secara live di teve. Film kartun aja kita mesti kontrol anak-anak, apalagi tayangan sadis yang terakhir ini!
Anak-anak
sering menjadi objek tayangan di media penyiaran, misalnya anak diwawancara
sebagai korban bencana (jadilah si anak menangis kejer saat diwawancara, ini
kan traumatik banget), anak diwawancara terkait berita orangtuanya yang
berselingkuh atau bercerai (biasanya anak pasangan selebritas), dst. Mbak Dewi Setyarini, Komisioner Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), mengatakan bahwa bahwa KPI memberikan sanksi bertingkat
kepada media penyiaran yang melanggar peraturan. Please, media yang sering ngasal bikin berita dan acara, segeralah kembali ke jalan yang benar, ya.
“Alangkah
baiknya jika media penyiaran memberikan program-program yang mendidik,
menghibur, dan menjadi sumber informasi untuk anak,” kata Mbak Dewi.
Children ... they are what they read, they hear, they see, from mass media. ~ Robert Bandura
![]() |
Kami para blogger siap membantu Kementerian PP-PA! |
Media menjadi salah satu pilar
pembangunan anak. Hopefully, dari media, keluarga paham hak-hak anak. Dengan
terpenuhinya hak-hak anak, anak dapat menggapai masa depan yang lebih baik.
Kita butuh generasi penerus Pak B.J. Habibie, Ibu Susi Pudjiastuti, Ibu Tri
Rismaharini, dst. Kalau bukan anak-anak kita nanti, siapa lagi? Semoga IDOLA
2030 terwujud, ya! Selamat Hari Anak Nasional! [] Haya Aliya Zaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan jejak. Semoga tulisan ini bermanfaat. Mohon maaf, komentar Anonim akan saya hapus. Dilarang copy paste atau memindahkan isi blog. Jika hendak mengutip, harap mencantumkan sumber blog ini. Salam.