Ada yang lain di Lapangan Astrid Kebun
Raya Bogor pada hari Minggu (13/5) lalu. Anak-anak dari berbagai daerah di
Indonesia ramai memenuhi lokasi. Bukan, anak-anak tersebut bukan diajak
orangtuanya untuk sekadar berekreasi, bukaaan. Hm, ada apakah gerangan?
Rupanya, oh, rupanya ada Festival
Inovasi dan Kreativitas Forum Anak (FIKFA) 2018. Festival ini adalah festival
pertama yang diadakan di Indonesia. Tujuannya sebagai ajang promosi dan bertukar
informasi tentang ragam prestasi, program, kegiatan yang telah dilakukan
pemerintah daerah provinsi di seluruh Indonesia terkait pemenuhan hak dan
perlindungan khusus anak di wilayah masing-masing.
Kalau lebih spesifik lagi, tujuan FIKFA
2018 ini sebenarnya untuk memperkenalkan, memberikan motivasi, dan memberikan
ruang partisipasi kepada seluruh Forum Anak di Indonesia.
Wah, pantaslah saya melihat banyak stand
Forum Anak di sana, tepatnya Forum Anak dari 13 provinsi di Indonesia. Stand
yang paling menarik bagi saya adalah stand Forum
Anak Jawa Tengah (FAN Jateng) yang datang jauh-jauh dari Semarang. Mbak
Kristina Setianingrum, Ketua FAN Jateng, menjelaskan bahwa mereka membawa misi
memberikan edukasi demi mencegah terjadinya kekerasan kepada anak. Teman-teman
mungkin masih ingat kasus bayi Calista di Karawang, anak Angeline di Bali, remaja
Yuyun di Bengkulu, dan masih banyak lagi. Duh, menuliskannya aja saya sampai
gemetar. :(( Mereka semua anak-anak korban kekerasan. Pelakunya bahkan anggota
keluarga mereka sendiri. Miris, semestinya perlindungan anak justru dimulai
dari keluarga.
 |
Stand Forum Anak Jawa Tengah |
FIKFA 2018 dihadiri oleh Prof. DR. Yohana Susana Yembisa (Mama Yo),
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Yay, anak-anak senang banget bisa ketemu ibu menteri! Mereka mengajukan pertanyaan ini itu. Mama
Yo tampak sabar menjawab. Beliau mendukung peran Forum Anak sebagai PELOPOR dan PELAPOR. Forum
Anak harus berani berbicara dan kritis terhadap masalah-masalah di lingkungannya.
Anak merupakan kelompok yang sangat
rentan, namun di sisi lain merekalah aset bagi masa depan bangsa.
Semua pihak harus bersinergi mewujudkan
pemenuhan hak dan kewajiban anak. Keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, dst
butuh pemahaman akan hak-hak anak dan harus berani bertindak bila mengetahui pelanggaran
terjadi kepada anak. Surprisingly, berdasarkan data IRCW 2015, sekitar 48% anak
mengalami kekerasan di sekolah dan 50% anak mengalami bullying di sekolah.
Ada 5 kluster hak anak, yakni hak
kebebasan + hak sipil, lingkungan keluarga + pengasuhan alternatif, kesehatan +
kesejahteraan dasar, pendidikan rekreasi budaya, dan perlindungan khusus (anak
berkebutuhan khusus). Jadi, kalau kalian melihat anak tetangga sering dipukuli
oleh orangtuanya, misalnya, kalian bisa mendatangi dan menegur langsung orangtua
anak tersebut. Jika tidak ada perubahan, kalian bisa lanjut melapor kepada
pihak berwajib. Pepatah di ujung rotan
ada emas sudah tidak berlaku lagi.
Dalam kesempatan ini Mama Yo sempat
menyinggung tentang hukuman untuk anak dan hukuman untuk pelaku kekerasan
kepada anak. Hukuman untuk anak maksimal masa tahanan itu 10 tahun. Selama
ditahan, anak tetap bisa bersekolah dan mendapatkan ijazah. Sementara itu, hukuman
untuk pelaku kekerasan anak yang mengakibatkan anak trauma, cacat, atau wafat,
bisa berupa hukuman mati. Bukan hal mudah kalau udah bicara soal kekerasan
kepada anak, tapi kita harus tetap optimistis. Semoga Forum Anak dapat membantu
memutus mata rantai kekerasan kepada anak. Semoga Indonesia layak anak tahun
2030 dapat tercapai. Aamiin!
 |
Mama Yo, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (duduk) |
 |
Lomba mewarnai anak TK dan SD |
 |
Tekun mewarnai |
 |
Bisa konsultasi |
 |
Harapan untuk anak-anak Indonesia |
Satu lagi stand yang menarik bagi saya,
yakni stand Komunitas Kriya Mata Kucing
dari Bandung. Mereka ingin menyuarakan bahwa anak-anak penyandang sindrom autisme
juga bisa berkarya. Autisme bukanlah penyakit kejiwaan, melainkan suatu
gangguan yang terjadi di otak. Anak-anak dilatih membuat bando, tas, kain ikat
celup, dll. Hasilnya bagus-bagus, lho!
Ibu Tetty TL, pengurus Komunitas Kriya
Mata Kucing, berkata, "Komunitas kami berusaha membekali anak-anak
dengan pengetahuan dan keterampilan agar mereka dapat mandiri kelak." Nama Mata Kucing memberi harapan agar
anak-anak berkebutuhan khusus ini mampu menjadi cahaya bagi para orangtua dan
keluarga. Teman-teman bisa cek fanpage Komunitas Kriya Mata Kucing untuk info lengkap
komunitasnya.
 |
Saya, ibu-ibu pengurus Komunitas Kriya Mata Kucing, dan Raka (anak penyandang sindrom autisme) |
 |
Bando karya anak-anak Komunitas Kriya Mata Kucing |
 |
Tas karya anak-anak Komunitas Kriya Mata Kucing |
 |
Kain ikat celup karya anak-anak Komunitas Kriya Mata Kucing |
 |
Kain ikat celup karya anak-anak Komunitas Kriya Mata Kucing |
FIKFA 2018 dimeriahkan lomba mewarnai
untuk TK dan SD, mendongeng bersama Kak Wahyu, dan aksi Forum Anak dari
masing-masing provinsi. Aksi yang ditampilkan antara lain tentang adaptasi
perubahan iklim, setop pernikahan anak, dan cegah bullying anak. Teman-teman
bisa mengakses info Forum Anak di media sosial Instagram forumanakid. Salut dengan program-program Forum Anak dari berbagai
provinsi. Mereka juga komit melaksanakannya. Kami menunggu acara FIKFA tahun
depan! [] Haya
Aliya Zaki
Menurut saya juga autisme bukan gangguan kejiwaan. Mereka cuma butuh penanganan ekstra untuk mengasah kemampuan mereka (yang mana sebenarnya yang tidak punya gejala autisme pun demikian, kan?). Saya kenal beberapa anak dari keluarga saya yang terus digali kemampuannya dan akhirnya bisa lebih fokus dan serius mendalami kemampuannya itu. Keren lah.
BalasHapusOmong-omong, acaranya bagus sekali.
Bagus ini programnya untuk anak-anak...
BalasHapussuka...