“Books were my pass to personal freedom. I learned to read at age three, and soon discovered there was a whole world to conquer that went beyond our farm in Mississippi.” – Oprah Winfrey
Pada suatu masa, kisah hidup Oprah Winfrey begitu menarik
perhatian saya (sampai sekarang pun masih). Saya pun membeli komik biografi Oprah
(karya penulis Ahn Hyong mo) untuk saya dan anak-anak baca. Ya, siapa yang
tidak kenal dengan perempuan asal Mississippi berusia 63 tahun ini? Popularitasnya
meroket berkat acara Oprah Winfrey Show.
Orang-orang menjulukinya ratu media. Oprah mengakui, dia terbebas dari masa
kecilnya yang kelam berkat benda bernama BUKU.
Kok bisa? Teman-teman sila baca lengkap kisah hidup Oprah Winfrey di internet,
koran, majalah, atau buku. Insya Allah menginspirasi. :)
Dan, kisah hidup
Oprah menjadi pembuka yang manis di acara Kafe
BCA V bertema Membaca dari Generasi
ke Generasi yang berlokasi di gedung Menara BCA, Jl. Thamrin, Jakarta. Waaah ...
asli saya terpesona melihat dekor di TKP. Di mana-mana ornamen buku bahkan
sampai hanging mobile-nya pun buku! Panggungnya? Buku raksasa! Seru! :))
Btw, ada yang belum tahu Kafe BCA? Kafe BCA merupakan wadah berdiskusi yang menghadirkan para
pakar dan praktisi untuk membahas tema tertentu. Tujuannya memberikan informasi
dan ilmu kepada masyarakat demi kemajuan bersama. Kafe BCA tampil perdana pada
tanggal 13 Januari 2016. Pada tanggal 15 Maret 2016 lalu sudah sampai ke acara
diskusi yang kelima. Makanya diberi nama: Kafe BCA V.
Di forum Kafe BCA V saya rada takjub soalnya narsum
acaranya sampai 5 orang. :)) Mereka adalah Muh.
Syarif Bando (Kepala Perpustakaan Nasional RI), Tjut Rifameutia Umar Ali (Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia), Lucia Ratih Kusumadewi
(Dosen Sosiologi Universitas Indonesia), Dadang
Sunendar (Kepala Badan Pengembangan dan Pembina Bahasa), dan ... Andy F. Noya (Duta Baca + presenter
acara Kick Andy). Narsum yang paling
bikin penasaran pastinya Andy F. Noya dong. Siapa yang tak kepincut sama acara Kick Andy? So inspiring! Saya ulas semua
diskusi berdasarkan nama-nama narsumnya, ya. Siapkan energi kalian untuk
membaca tulisan panjang. Semoga enggak pada bosan dan pindah ke postingan lain
haha.
1. Muh. Syarif Bando
(Kepala Perpustakaan Nasional RI)
Berdasarkan studi Most Literated Nation in the World yang
dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016, Indonesia
dinyatakan sebagai negara yang menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat baca. Hampir nomor buncit! :((
Menurut Pak Syarif, sebenarnya minat baca di Indonesia cukup baik. Hanya, buku yang mau dibaca itu SANGAT SEDIKIT. Sekitar 74% perpustakaan bertumpu di Pulau Jawa. Standar UNESCO, 1 orang membaca 2 buku. Faktanya, di berbagai daerah di Indonesia (terutama di pelosok), 1 buku diantre baca oleh 50 orang! Alamak!
Bagaimana dengan internet? Ada 130 juta penduduk
Indonesia yang terkoneksi internet dan cuma 2,5% yang menggunakannya untuk
browsing ilmu pengetahuan. Bukan apa-apa, kontennya itu kurang sekali. Jadi, Pak
Syarif berharap, ke depannya jumlah penulis (terutama penulis buku) bertambah banyak
dan jumlah literatur atau buku yang ditulis juga bertambah banyak. Alhamdulillah,
tahun lalu dan tahun ini saya mendapat kepercayaan menulis 10 serial moslem
fairy tale pictorial book. Semoga bisa sedikit membantu ya, Pak. Aamiin.
2. Tjut Rifameutia Umar
Ali (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia)
Kebiasaan membaca tidak
muncul sekonyong-konyong. Anak senang membaca jika orangtua dan lingkungannya
juga senang membaca. Ketika menunggu, anak melihat ibu membaca buku. Ketika di
rumah, anak melihat ayah duduk santai membaca buku. Demikian seterusnya.
Kebiasaan ini sebaiknya ditanamkan ketika anak berusia di bawah 6 tahun.
Bacakan buku. Dongengkan mereka. Tunjukkan ekspresi kece saat membaca. Obrolkan
buku yang telah mereka baca.
3. Lucia Ratih Kusumadewi
(Dosen Sosiologi Universitas Indonesia)
“Sebagian besar sistem
komunikasi di institusi pendidikan kita masih satu arah. Guru ibarat sumber
ilmu pengetahuan dan murid ibarat celengan yang selalu menerima,” papar Bu
Lucia. Istilahnya, murid punya ilmu pengetahuan, tapi nantinya sulit untuk
memproduksi ilmu pengetahuan. Yang lebih parah sih kalau murid jadi generasi
penghapal. Baca buku cuma saat ujian dan setelah lulus apa yang dipelajari pun
hilang. Hmmm, sounds familiar? :))
Saran Bu Lucia, alangkah
idealnya jika murid ramai-ramai diajak membaca buku. Setelah itu, berdiskusilah
tentang apa yang mereka baca. Biarkan mereka menyampaikan pendapat dan
mengajukan pertanyaan. Murid dibiasakan berpikir kritis dan kreatif. Setuju
pakai banget, Bu Lucia! Mari kita tinggalkan sistem pendidikan zaman lawas di
mana murid cuma bisa manggut-manggut elus janggut ngeliatin gurunya di depan
kelas. :p
4. Dadang Sunendar
(Kepala Badan Pengembangan dan Pembina Bahasa)
Info dari Pak Dadang, sesuai
program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) dari Kemendikbud, setiap sekolah
mewajibkan murid-muridnya membaca buku selama 15 menit setiap hari sebelum
pelajaran dimulai. Boleh baca buku apa aja, tidak harus buku pelajaran kok.
Siswa bebas memilih buku yang disukainya dan buku tersebut memperkaya
pengetahuan. Apakah itu dongeng, cerita rakyat, sastra, dll. Kira-kira berat
tidak melaksanakannya, ya?
5. Andy F. Noya (Duta
Baca dan presenter acara Kick Andy)
Eng-eing-eng. Here we go. Kayaknya
diskusi dari Bang Andy ini bakal paling panjang sendiri haha. Soalnya saya
terkesan banget sama perjalanan hidup beliau. Adakah di antara Teman-teman yang
bertanya-tanya kenapa Bang Andy selalu memberikan hadiah buku kepada audiens
acara Kick Andy? Aksi bagi-bagi buku
ini menjadi ciri khas acara Kick Andy.
Audiens di rumah juga berkesempatan mendapat hadiah buku dengan cara ikutan
kuis. Nasiiib, beberapa kali ikutan, saya belum pernah beruntung. :p
Ternyata oh ternyata ada cerita pilu di balik bagi-bagi buku
tersebut. Kehidupan Bang Andy kecil di Kota Malang sangatlah sulit. Dia suka
membaca buku, tapi tidak sanggup membeli. Senang sekali rasanya ketika bu guru
rutin memberikan hadiah majalah Si
Kuncung. At least Bang Andy punya bahan bacaan. Berkat gemar membaca,
laki-laki kelahiran Surabaya ini jadi gemar menulis.
“Dengan hobi menulismu ini, suatu saat kamu akan menjadi hartawan,” kata salah seorang guru sekolah Bang Andy.
Melihat
anaknya sangat suka membaca, ibu Bang Andy tersentuh hatinya untuk menyisihkan
uang dan membeli koran setiap hari. Padahal ibu Bang Andy hanya penjahit
berpenghasilan pas-pasan. Makan sehari-hari aja sering sama nasi dan garam. Kedua orangtua
Bang Andy telah berpisah dan 3 anak menjadi tanggungan ibu Bang Andy. Kalau
dipikir-pikir, sepertinya mereka mustahil berlangganan koran. Tapi, ibu Bang
Andy mampu melakukannya demi melihat anaknya semangat mencari ilmu. Setiap Bang
Andy ulang tahun, ibu memberi hadiah buku. Dari buku, Bang Andy jadi
tahu cara membuat macam-macam prakarya bagus. Dia yang selama ini diremehkan
karena miskin, tiba-tiba panen pujian di sekolah. Saat bercerita pengorbanan
ibu, mata Bang Andy berkaca-kaca. Tenggorokannya tercekat selama sekian detik.
Beberapa tahun kemudian, Bang Andy pindah ke Papua
mengikut ayahnya. Dia pikir hidupnya bakal berubah. Ternyata podo wae sami
mawon, Saudara-saudara. Ayahnya tukang reparasi mesin tik yang miskin. Soal buku, jangan
bandingkan ketersediaan buku di Jawa dengan di Papua. Di Papua, buku luar biasa
susah dicari. Kalaupun ada, harganya mahal ampun-ampunan.
Setelah itu, Bang Andy diajak saudaranya pindah ke
Jakarta. Dari sisi pengetahuan, dia menyadari banyak tertinggal dengan
teman-teman sebayanya. Apa yang dilakukan Bang Andy? Well, dia menebusnya dengan
‘brutal’ membaca buku! Uang dari mana? Alhamdulillah, ada Perpustakaan Soemantri
Brodjonegoro. Di sana merdeka baca buku. Gratis! Jika punya uang, Bang Andy berburu buku-buku bekas di Kwitang.
Demikian akhirnya hingga Bang Andy berhasil menggapai
cita-citanya menjadi wartawan di berbagai media kesohor dan lanjut menjadi
presenter teve acara Kick Andy. Di
tangan dingin Bang Andy, acara ini telah beberapa kali diganjar award bergengsi.
Wah, ucapan guru Bang Andy dulu sudah terbukti. :) Saya pribadi mengukur kata “hartawan”
bukan dari materi aja sih. Jangan bandingkan dengan Princess Syahrini yang ke mana-mana naik jet pribadi hihi. Tapi, berkat buku, Bang Andy bisa memeluk profesi yang dia
idam-idamkan. Berkat buku, Bang Andy bisa menolong masyarakat di daerah terpencil
yang butuh perluasan akses buku. Kalau Amerika punya Oprah WInfrey, Indonesia punya Andy F. Noya. Mereka menunjukkan bagaimana buku mampu mengangkat derajat hidup seseorang. Diskusi bersama Bang Andy diselingi gelak tawa
dan rasa haru. Kelihatan memang kalau presenter andal itu, ya. Pandai betul membawa
suasana.
“Anak-anak miskin yang tinggal di daerah terpencil akan terbuka wawasannya jika rajin membaca buku. Mereka jadi punya harapan. Mereka jadi punya keberanian untuk mengubah hidup asalkan mereka mau berusaha.” - Andy F. Noya
Guess what, kita juga
bisa ambil bagian seperti Bang Andy! BCA mengajak kita berpartisipasi dalam
gerakan berbagi Buku untuk Indonesia. Pilih paket donasi yang
tersedia. Dana yang terkumpul akan dikonversi menjadi buku. Buku-buku tersebut
nantinya disalurkan ke berbagai daerah di Indonesia. Sebagai bentuk apresiasi,
BCA mempersembahkan kaus kebaikan untuk kita yang berpartisipasi dalam gerakan
berbagi Buku untuk Indonesia. Detailnya lihat di banner.
Teman-teman ikutan, yuk! :) “Mari sebarkan buku ke
seluruh penjuru negeri untuk masa depan Indonesia yang lebih baik,” tutup Pak Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur
BCA. [] Haya Aliya Zaki
Ternyata di balik sosoknya yang WOW ada masa kecil yang memprihatinkan. Maka benar saja kalau ada yg bilang, yg akan jadi orang besar itu adalah anak kampung, karena dari kecil otak mereka sudah diperas untuk kreatif.
BalasHapusminat bacanya cukup baik, tapi sebagian kurang dukungan dari orang tua juga mbak. Dari orang-orang terdekat aku gitu. Mereka merasa berat beli buku harga 50-100rb tapi untuk membeli yang lain ga keberatan
BalasHapusAku dulu suka baca buku sampe karya Pramoedya ananta toer aku punya semua skrg cm rajin baca buku anak2 plus di internet huhuhu...
BalasHapusDi kita, baca buku masih terasa mahal dan aneh
BalasHapusWeh keren banget BCA memfasilitasi hadirnya Andi F. Noya. Andy memang suka bagi bagi buku, aku pernah juga dapat buku dengan menjawabb kuis dari Andi dulu pas Laskar Pelangi
BalasHapusAku tau kisah tentang Andi F Noya waktu liat progamnya, bikin haru bgt. Aku msh nular2rin minat baca sama org2 terdekat
BalasHapusBuku untuk Indonesia dari BCA semoga sukses. Donasi juga, baca kudu wajib
BalasHapusAku trenyuh baca kisah Bang Andi, mungkin sekarang masih banyak anak-anak yang masih bernasib sama dengan Bang Andi. Gerakan buku untuk Indonesia ini sangat bermanfaat untuk anak-anak Indonesia. Langsung meluncur ke web nya :D
BalasHapusMembaca buku fisik memang tak tergantikan ritualnya, sensasinya, pengalamannya, oleh buku elektronik. *ciyum aroma buku*
BalasHapusWah saya baru tau kalo Bang Andy pernah hidup di Malang, jadi ikut merasa bangga dan makin ngefans.
BalasHapusMakasih sharingnya Mbak, bisa buat boost semangat membaca saya yang turun drastis sejak ngeblog he3
Tapi walaupun begitu saya dan istri komitmen mengenalkan buku sejak kecil kepada anak-anak kami dan Alhamdulillah berhasil.
Termenung nih baca pengalaman Andy Noya. Trus teringat kondisi sekarang. Banyak anak (dan ortu) yang akses ke buku bacaan sangat banyak dan mudah tapi nggak dimanfaatkan. Etapi di pelosok-pelosok luar Jawa masih banyak yang begitu juga ya. Aku beberapa kali dapat cerita begitu dari temen2 yang aktif di kegiatan literasi.
BalasHapus