Ada yang udah nonton film Sundul Gan: The Story of Kaskus? Ken
Dean Lawadinata, salah satu tokoh film yang terinspirasi dari kisah nyata itu,
penggemar berat games. I mean, Ken benar-benar maniak games! Sepanjang hari
kerjaannya main games, main games, dan main games. Dari buka mata sampai tutup
mata yang dilihat layar games thok. Bahkan, Ken menaruh botol air mineral di
sampingnya supaya dia tidak perlu ke kamar mandi pas kebelet pipis. Iya, supaya
nanti pipisnya tinggal dimasukin ke botol air mineral itu! Gustiii. >.< Demi
menyela kecanduan Ken, terpaksa Andrew membius Ken. Sampai segitunya. Bisa
kebayang enggak, sih. >.<
Terus terang saya tipe orangtua yang
“parno” melihat anak-anak main games (terlebih setelah nonton film Kaskus tadi). Saya bukan penggemar games
sama sekali. Paling banter main Snake dan Tetris waktu zaman baheula. Ketika
beberapa tahun lalu si sulung menunjukkan games buatannya sendiri, saya
ogah-ogahan merespons. Saya khawatir, jika diberi angin, si sulung malah
kecanduan main games.
Tapiii, tapiii, talkshow CoDe@BCA: Bagaimana Start Up Memberikan Manfaat untuk Anak-Anak akhir
November 2016 di Menara BCA, Jakarta, membuka wawasan saya. Main games tidak
selamanya buruk. Anak-anak pencinta games juga bisa sukses kok asal kita tahu
cara mengembangkan dan mengarahkan potensi mereka. Dalam kata sambutannya, Inge Setiawati, Kepala Satuan Kerja
Corporate Social Responsibility BCA, mengatakan bahwa BCA merupakan bank yang
peduli dengan kemajuan teknologi digital dan pertumbuhan perekonomian bangsa. Kali
ini BCA mengundang beberapa perwakilan start up Indonesia untuk menjadi narsum
terkait dunia digital anak, yakni Aranggi
Soemardjan dari Clevio Coder Camp, Kurie
Suditomo dari Coding Indonesia, dan Wisnu
Sanjaya dari Cody’s App Academy. Mas-mas dan mbak ini pemilik kursus
coding dan games untuk anak.
![]() |
Inge Setiawati, CSR BCA |
Bicara tentang games, tentu tidak lepas dari persoalan coding juga. Teman-teman, apa yang terbayang di kepala
kalian kalau mendengar istilah “coding”? Pastilah segala kode-kode programming
yang njelimet itu, kan? Apa jadinya kalau anak-anak kita belajar coding? Wew,
jangan pikir mereka yang belajar coding serta merta bakal berprofesi sebagai programmer
atau seperti sosok Mark Zuckerberg, ya. Melalui ilmu coding, anak-anak minimal
banget belajar logika, melatih kesabaran, dan memecahkan masalah ala programmer.
“Ilmu coding bisa menunjang pelajaran lain. Contoh, anak-anak akan lebih mudah
belajar matematika secara visual melalui ilmu coding,” jelas Kurie.
Sayangnya pendidikan TIK di negeri kita
mentok di Microsoft Office aja. Kurikulum TIK di sekolah ketinggalan
20 tahun. Ekskulnya pun masih sama seperti era saya pakai seragam putih biru;
pramuka, PMR, dan OSIS. Padahal, banyak sekali ilmu TIK kekinian yang perlu
dipelajari. Kurie udah berusaha mencoba masuk ke sekolah-sekolah memperkenalkan
ekskul coding, namun sebagian besar sekolah masih menolak.
Nah, seperti biasa, saya merangkum isi talkshow berupa
tip. Berikut tip membimbing anak penggemar games dari narsum.
1. Kenali minat anak
Ada
ortu yang datang ke kursus, masih bingung minat anak mereka apa. Kata Wisnu,
“Sebaiknya ortu mengamati terlebih dahulu minat anak, apakah memang senang main
gadget, main games, atau apa.” Tapi kalau memang belum tahu dan tetap mau mencoba,
silakan. Insya Allah bermanfaat. Siapa tahu akhirnya ketemu minat anak kita juga
di situ yekan. Lagian anak-anak sekarang seperti “ditakdirkan” bersahabat
dengan internet. Perhatikan, deh, mereka adaptif sekali saat memegang gadget.
Lebih cepat mahir daripada ortunya!
2. Kasih tools kepada anak
Anak-anak
sedang masa adsorbing. Kasih tools kepada mereka sebagai sarana belajar.
Setelah mereka ikutan kursus bikin games, tantang mereka untuk membuat games kastil
dengan menara es krim, misalnya. Kelihatannya anak-anak seperti bermain, tapi
sesungguhnya mereka sedang belajar, lho. The result will be a surprise!
3.
Pertimbangkan sebelum memberi gadget kepada anak
Dunia
maya ibarat "hutan rimba". Ketika kita memberikan gadget kepada anak berarti kita
udah tahu segala konsekuensinya. Beri pengertian apa do’s dan don’ts
berinteraksi di dunia maya. Pilah pilih mana games yang boleh dimainkan mana
yang tidak.
![]() |
Ki-ka narsum: Wisnu (Coddy's App Academy), Aranggi (Clevio Coder Camp), Kurie (Coding Indonesia), dan moderator |
4. Didik anak agar bertanggung jawab
Kalau
sampai anak lupa segala-galanya karena main games, ini bukan salah games-nya,
sih. Mungkin ada persoalan parenting di sini. Ajari anak untuk bertanggung
jawab. Parenting setiap keluarga memang unik. Ilmu parenting keluarga yang satu
belum tentu sama dengan keluarga yang lain. Hanya, mendidik anak agar bertanggung
jawab itu termasuk hal universal. Setop main games jika anak mengabaikan kewajiban mereka.
5. Spend waktu bermain bersama anak
Anak
sekarang udah dijamin digital banget. Ortunya gimana? Saatnya ortu juga melek digital. Sesekali spend waktu main games bersama anak. Ngobrol kek apa kek.
Perlihatkan antusiasme kita.
Teman-teman bisa googling info tentang kursus
coding dan games di atas. Oiya, di acara saya bertemu dengan Mercy. Anaknya, Andre Christoga (11 tahun), tergila-gila
dengan ilmu coding. Menyadari hal ini, Mercy berusaha menyalurkan minat
anaknya tersebut. Kini Andre berhasil menciptakan aplikasi Cepat Sembuh agar masyarakat
mendapat layanan kesehatan yang lebih baik. Penghargaan Eagle Awards dari Metro
TV diraih. Keren! Pengin mewawancara Mercy lebih lanjut, tapi beliau udah
pulang sebelum acara selesai. Kapan-kapan kalau rezeki kami ketemu lagi.
Talkshow CoDe@BCA tambah istimewa berkat kehadiran Sony Sudaryana, Staf Direktorat E-Bussines Dirjen Aplikasi
Informatika Kemenkominfo. Beliau mengajak generasi muda memanfaatkan internet
untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Semua stakeholders yuk bersatu. Gotong
royong membuat macam-macam usaha digital baru, gitu.
Saya dan teman-teman blogger di acara CoDe@BCA |
Mudah-mudahan para ortu tidak lagi parno
parno amat melihat anak-anaknya asyik utak-atik coding atau main games. *tunjuk
hidung* Well, saya harus mengakui, Ken pernah me-maintain Kaskus (sekarang Ken
sudah meninggalkan Kaskus) hingga menjadi forum komunitas online terbesar di
Indonesia, berawal dari minat luar biasanya terhadap games. Banyak ternyata
keuntungan menekuni bidang yang satu ini. Duhai ortu, mari bantu anak-anak kita
belajar menjadi creator, bukan sekadar user atau consumer. Bantu mereka
menguasai dunia masa depan. :) [] Haya
Aliya Zaki
Anak-anakku suka main games juga, yg susah itu kalo sdh nggak inget waktu. Mesti diingetin melulu *mamanya puyeng.
BalasHapusCoba ada pelajaran coding ini di kotaku, mungkin anakku bakal tertarik. Dia suka pelajaran matematika dan TIK.
Aku malahan termasuk orangtua yang gak parnoan sama games. Justru di gadgetnya Narend banyakan games. Karena di usia pertumbuhannya skrg aku rasa games2 yang melatih otaknya membantu banget. Salah satunya Narend sudah bisa counting numbers in english :)
BalasHapusYa ampun Mbak sampai nyediain botol buat pipis? Ga kebayang maniaknya kayak bagaimana. Tapi emang kalau udah kecanduan sih kayaknya ga bisa lepas mantengin layar. Tapi betul juga, games ga selamanya buruk, asal bisa ngaturnya ya Mbak, termasuk gimana ngendaliin anak2 dgn cara2 spt disebut Mbak Haya di atas.
BalasHapusNoted ngasih tau do and don't ke anak2. Aku pensiun dari codingan mbaa, dulu pernah jd programmer. Anakku suka nonton aja sih, games ngga kcanduan. Si bapake yg kcanduan Dr jaman baheula :))
BalasHapusHarus di dampingin yaa anak kalo pegang gadget ini
BalasHapusDimas juga suka banget sama games mba Haya. Tipsnya boleh neh aku save ya.
BalasHapusWaah keren lah anaknya mba Haya udah bisa bikin game sendiri. Anakku dua2nya juga hobbi banget main game mudah2an bs jadi suatu hobby yg positif, tantangan juga nih bagi ortunya mengarahkan
BalasHapusWah, ini dia, soal game, ponakanku kayany udah nagih , berhenti nge game kalau belajar sama sholat. Makan terkadang lewat.
BalasHapusBener, memang kudu didampingi ya