Saya selalu menanamkan dalam diri bahwa belajar
bukan hanya dari mereka yang sudah “senior” atau dari mereka yang memiliki titel
berderet. Belajar bisa kepada siapa aja, termasuk kepada anak kecil. Saya pernah
menyinggung hal ini di postingan Shafiyya, Pahlawan Saya untuk Memulai (Kembali) Hidup Sehat. Sekarang saya mau cerita tentang ketegaran seorang perempuan
pedagang kue yang berusia hampir 80 tahun. Mbah Sopiyah, kami menyapanya.
“Kueee …! Kueee …! Kue, Neeeng …!” seru Mbah
Sopiyah di depan pagar rumah.
Sebenarnya hari itu saya sedang tidak ingin makan
kue. Ceritanya lagi mencoba mengurangi macam-macam camilan karbo. Namun, saya
tidak sanggup menolak panggilan Mbah Sopiyah. Pukul 10 pagi menjelang siang,
sepertinya kue Mbah Sopiyah belum laku semua. Saya memutuskan keluar untuk
membeli. Nanti sebagian kue saya kasih buat mbak cuci dan sebagian lagi saya
simpan buat anak-anak.
Saya meminta mbak cuci memilih beberapa kue untuknya
dan saya sendiri memilih beberapa kue untuk anak-anak. Uang lima puluh ribu
saya serahkan ke jemari keriput Mbah Sopiyah. “Udah, udah, ambil aja
kembaliannya, Mbah,” kata saya ketika Mbah Sopiyah hendak membuka dompet
lusuhnya untuk mengambil uang kembalian.
Mbah Sopiyah
mengusapkan lembar uang lima puluh ribu tadi ke wajahnya. Ini memang kebiasaan
beliau setiap menerima uang bayaran dari pembeli. “Alhamdulillah, makasih ya,
Neeeng. Sekarang saya mau pulang. Makasih banyak ya, Neeeng.” Wajah perempuan
kurus itu tampak sangat gembira.
Saya mengangguk sambil menarik napas dalam-dalam. Perlahan punggung Mbah Sopiyah hilang di tikungan jalan. Di atas sana, matahari sudah siap-siap
membakar kulit, namun hati saya terasa sejuk seperti baru ketetesan embun.
Mbah Sopiyah hidup sebatang kara di kota. Beliau
ngekos di daerah Petukangan, which is jaraknya 5 km dari rumah saya.
Kalau jualan kue di daerah kosan, enggak pernah laku. Menurut Mbah Sopiyah,
saingannya banyak. Jadilah beliau jualan kue di sekitar rumah saya. Berangkat dari kos setelah selesai shalat subuh. Pulang menjelang zuhur. Kebayang setiap
hari beliau kudu bolak-balik jalan kaki 10 km. Ya, saya ulangi, JALAN KAKI! Saya
yang masih muda (kalau dibandingin sama Mbah Sopiyah yaaa halah) dan kuat bisa
olahraga jalan kaki 3 km aja rasanya udah bangga banget. Konon Mbah Sopiyah
yang udah ringkih begitu. Belum lagi beliau jalan kakinya sambil menjunjung
tampah kue di kepala. Dijamin beraaattt hiks!
Entah sudah berapa tahun Mbah Sopiyah melakoni
hidup seperti ini. Suaminya narik becak di kampung, Mbah Sopiyah jualan kue di
kota. Tiga tahun yang lalu, suami Mbah Sopiyah meninggal. Anak-anak tiri beliau
benar-benar lost contact a.k.a tidak mau tahu keadaan Mbah Sopiyah lagi. Dulu sekali
Mbah Sopiyah pernah punya anak dari suami pertama (sudah meninggal juga), tapi
anaknya yang waktu itu berumur 6 tahun meninggal terseret banjir.
“Maaf, Mbah, kenapa Mbah tidak mengemis aja? Kerja begini, kan, capek?” tanya saya hati-hati. Saya teringat macam-macam pengemis dengan berbagai “gaya” di jalanan. Bodi masih sterek, tapi tangan selalu menadah uang.
Mbah Sopiyah langsung menggeleng. “Jangan, pantang
bagi Mbah mengemis. Mbah takut hidup enggak berkah. Mbah cuma pengin (meninggal)
khusnul khotimah nanti,” jawabnya lirih.
Dada saya tercekat. Dengan segala kondisinya, Mbah
Sopiyah selalu menaut syukur di hati. Lebih baik beliau bersusah-payah mengais
rezeki daripada berharap belas kasihan orang lain.
Jadi, setiap saya ingin mengeluh ini itu, wajah
Mbah Sopiyah terlintas di benak saya. Malu menyelinap. Berkah
dari Allah tidak sebanding sama kesulitan yang saya alami. Berkah-Nya yang
tidak bakal bisa saya hitung satu per satu. Dari sisi kesehatan aja, misalnya,
dalam sehari jantung saya masih bisa berdenyut seratus ribu kali. Setiap
jam, satu miliar sel dalam tubuh saya terus berganti. Ginjal saya masih mampu menyaring
satu liter lebih darah per menit. Dan demikian seterusnya. Begitu banyak alasan untuk bersyukur. Belajarlah dari Mbah Sopiyah, Hay! bisik sebuah suara
di telinga saya.
Makasih untuk pelajaran hidup darimu, Mbah. Saya meminta izin kepada Mbah Sopiyah untuk membantu membayarkan kos-kosannya setiap bulan. Mbah Sopiyah setuju. Saya senang. Sesekali juga saya borong kue-kuenya untuk
dibawa suami ke kantor. Bantuan ini memang tidak banyak. Saya hanya berharap Mbah
Sopiyah selalu dianugerahi kesehatan dan kebahagiaan. Kiranya Allah mendengar selembar asa sederhana dari seorang
pedagang kue berakhlak mulia. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin. [] Haya Aliya Zaki
Amin ya robbal alamiin
BalasHapusSmoga mbah sopiyah dimudahkan urusannya dan dberikan kesehatan selalu...
Beekaca2. Cerminan diri juga nih mbak..
Ya Alloohh.. kuatnya jalan sejauh itu kaak,
BalasHapusMasyaAllah...mbak Haya, semoga rezeki dan kesehatan selalu tercurah pada mbah Sopiyah. Semoga Allah limpahkan rezeki yang barokah untuk orang-orang yang mau menolong mbah Sopiyah. Aamiin
BalasHapusSubhanallah... Semoga Mbah Sopiyah diberikan hidup yang berkah dan akhir khusnul khotimah (seperti cita2nya).
BalasHapusBarokillah juga untuk Mbak Haya yg sudah berbagi nasehat. :)
Masyaallah hebat mbak sopiyah meskipun harus susah payah tp beliau ttp semangat cari rizki halal ya cikgu. Moga2 simbah sehat n simudahkan rezekinya begitu jg cikgu yg ikhlas bantu mbah sopiyah
BalasHapusSemoga mbah Sopiyah senantiasa sehat dan diberi kesabaran.
BalasHapusAmin yra, huks sedih bacanya, klo sdh menyangkut lansia hatiky selalu rapuh:( smg mbah sehat selalu dan senantiasa berada dlm lindunganNya. Amin.
BalasHapusAamiin. Semoga Mbah Sopiyah selalu diberi kesehatan.
BalasHapusKalau sudah begini rasanya ingin selalu mengucap syukur.
Terima kasih sdh berbagi pelajaran dari Mbah Sopiyah, mba... Semoga Allah memberkahinya selalu...
BalasHapusLuar biasa, Mbak. Baik si Mbah Sopiyah yang lebih memilih bekerja keras demi rupiah yang tak seberapa ketimbang mengemis, juga Mbak Haya yang peduli pada orang-orang kecil seperti beliau.
BalasHapusBagi Mbak Haya mungkin bantuannya tidak seberapa, tapi kalau dibalik pake sudut pandang Mbah Sopiyah, uluran tangan itu terasa banget membantunya. :)
Semoga jualannya selalu laris ya mbah, mbah sopiyah. Umur tua bukan halangan untuk terus berjuang. Pantang baginya mengemis, lebih baik mencari rejeki dengan jualan kue-kue manis :))
BalasHapusSimbaaaaaah, saluuuttttt! Panjang usia dan berkah usia dan rejekinya ya mbah. Laris manis dan in sha ALLOH didekatkan rejeki baiknya selalu.
BalasHapussemoga rezeki mbah lancar, aamiin
BalasHapusbtw di daerah sya sudah mulai jarang terlihat penjual tradisionil spt ini
Duh... jadi malu. Gak sebanding rasanya keluhan-keluhanku dengan kehidupan beliau. Semoga mbah Sopiyah selalu sehat. :'(
BalasHapusjadi malu suka ngeluh ini itu dan ngrasa gak nerima hidup ini :( Sehat panjang umur ya mbah Sopiyah :)
BalasHapusSalam untuk mbah Sopiyah.:)
BalasHapuspelajaran yang berharga banget dari mbah Sopiyah ya.., jadi malu karena kadang suka lupa akan nikmat yang begitu banyak yang kita terima..
BalasHapusmakasih banyak artikelnya mba Haya.., bikin hati ademmm...
nah yang begini nih yang harus dapata acungan jempol, salut yang masih berusaha di hari tuanya
BalasHapusMbak Sopiyah
BalasHapussemoga sehat selalu dan berkah amin
Yang membedakan adalah harga diri, ya. Di sisi lain, banyak yang tampilannya kinclong kinyis-kinyis tapi hobi minta-minta :)
BalasHapusSemoga Simbah selalu diberi kemudahan oleh-Nya.
Tegar, semangat, dan tidak mau merendahkan diri dengan meminta-minta. Mbah Sopiyah memang inspirator yang luar biasa...
BalasHapussemoga rejekinya semakin banyak, tetap sehat, dan tetap semangat nggih mbah....
BalasHapusyang muda jangan mau kalah sama yang tua, yang tua jha semangat kerjanya luar biasa kuk...
Semoga Mbak Sopiyah selalu mendapat keberkahan hidupnya. Dan, keinginan beliau untuk khusnul khotimah dikabulkan. aamiin
BalasHapusHaya, postingan yang menyentuh sekali. Uang 50ribu tanpa disadari suatu saat nanti akan mendapat ganti dari Allah dengan cara yang tidak kita duga menjadi 10 x lipat. I had been there before, memberikan dengan ikhlas uang yang sedikit mendapat ganti tanpa diduga 10xlipat. Subhaanallah. Formula itu kalau kita ingat dan ikhlas akan menjadi kenyataan tanpa kita tahu kapan terjadinya.
BalasHapusWah onde-onde, mauuu....
BalasHapusSesuai namanya, Mbah Sopiyah berhati bersih dan jujur, ingin bening di mata Tuhan ya Mbak.
Saya pun ingin meniru sikapnya. Makasih makasih, lemparin juga dong ketannya :)
Org tua skrg lbh strong
BalasHapusSaat membacanya tanpa sadar mata saya berkaca-kaca Mba Haya :'(
BalasHapussemoga Mbah Sopiya selalu diberi kesehatan dalam menjalani hari-harinya, amin..
jadi malu nih, selama ini saya banyak banget ngeluhnya :(
Heuheu...apalah saya ini..kebanyakan kufur nikmat :(
BalasHapusMAsya Allah mak haya, semoga rezekimu mengalir deras ya mak. dari tanganmu ada setetes rezeki mengalir utk mbah sopiyah. semoga mbah sopiyah dikelilingi orang2 baik sepertimu mak *hug
BalasHapusMbak Sopiyah dan Mbak Haya sama-sama keren dengan cara yang berbeda :)
BalasHapusAmin ya Allah semoga Mbah Sopiyah sehat selalu dan penuh rejeki berkah berlimpah.
BalasHapus