Setelah
cukup lama menggaungkan campaign “I
Hate Slow”, kini Smartfren hadir dengan campaign
global “Sharing” atau “Berbagi”. Media sosial pastinya akrab banget dengan yang
namanya “Sharing”, ya. Berbagai aktivitas kita share via media sosial, mulai dari selfie bangun bobok, makan, masak, jalan-jalan, bikin ini-itu, sampai
mau bobok lagi. Meski sebagian besar hanya kejadian lumrah sehari-hari,
ternyata asyik juga untuk disimak, dikomentari, bahkan ditiru huehuehue.
Acara Smartfren yang berlokasi di
Kafe Pisa, Menteng, Jakarta, hari Jumat (5/9) lalu menarik banget buat saya.
Soalnya tema-nya seputar komunitas. Kebetulan saya lumayan aktif di beberapa
komunitas dumay. Belakangan rada ‘pecicilan’ di sebuah grup nostalgia jadul,
sih. *abaikan* Pastinya kopdar Smartfren kali ini menambah wawasan baru. Siapa
tahu bisa diterapkan juga. Begicu.
Pukul
19.00 wib acara dimulai dengan presentasi Abang Edwin SA (Bangwin) tentang Community
and Social Media. Latar belakang Bangwin tidak diragukan lagi. Sejak tahun
2000, Bangwin sudah bergabung dengan ragam komunitas. Tak tanggung-tanggung, beliau
pula mantan Senior Community and Social Media Manager for Yahoo! Indonesia. Sekarang
beliau berwirausaha sebagai konsultan sesuai bidangnya.
![]() |
Blogger di acara Smartfren |
Sebenarnya
komunitas itu apa, ya? Apakah sekelompok orang di depan rumah main kartu bisa
disebut komunitas? Apakah sekelompok emak yang sedang rumpi di kantin sekolah anak bisa disebut komunitas? Menurut Wikipedia, community
is a social unit of any size that shares common values. Jadi, komunitas
adalah sekumpulan orang yang memiliki minat, kondisi, dan/atau profesi (work type) yang sama. Sesimpel itu.
Terkadang,
anggota komunitas cuma sedikit, tapi kalau bonding
kuat, hal-hal keceh badai joss diwujudkan bareng. Komunitas yang paling kuat bonding-nya adalah yang berdasarkan
kondisi. Saya ambil contoh komunita sahabat saya, Grace Melia,
yakni Rumah Ramah Rubella (RRR). Anggota komunitas RRR sebagian besar adalah
orangtua yang memiliki anak terinfeksi virus TORCH. Meski jadi silent reader di komunitas tersebut,
saya melihat bonding yang kuat sekali
antara para orangtua yang anaknya terinfeksi TORCH ini.
Menurut
Bangwin, membuat komunitas itu MUDAH. Yang sulit adalah menjaga agar komunitas
tetap awet dan enggak garing. Caranya gimana?
Community
management is the brainware. Social media is the tool. Lalu, Bangwin memberikan
analogi sederhana. Coba bayangkan kalau kita diberikan sebidang tanah luas
untuk dibikin taman. Apa saja tantangannya? Bagaimana kita menarik perhatian
pengunjung? Bagaimana supaya pengunjung bisa mendapatkan values? Bagaimana agar pengunjung merasa aman dan nyaman? Bagaimana
agar kita bisa diberi good reviews
oleh pengunjung?
Poin
di atas tadi merupakan check values
untuk komunitas. Intinya, anggota bertahan dalam komunitas karena mudah
mengakses info dari komunitas, mendapat values,
merasa aman, dan nyaman kumpul-kumpul. Thanks
to social media. Berkat media sosial, kita jadi mudah bergabung dengan
komunitas dan mengakses segala macam info. Tinggal pencat-pencet ponsel! Males
banget, kan, kalau apa-apa kudu buka PC dulu. Lokasi yang berjauhan pun bukan
lagi masalah.
Untuk
mempertahankan, alangkah bagusnya jika komunitas dumay mengadakan gathering offline. Kenapa? Ketika sesama
anggota komunitas dumay bertatap muka, respek antara yang satu dengan yang lain
meningkat. Mungkin di dumay hobinya debat sengit, tapi begitu ketemu ternyata
bisa mengobrol haha hihi. Iya, ya? Betul kata pepatah lawas, tak kenal maka tak
sayang.
Poin
warning dari Bangwin: sebaiknya
komunitas didirikan BUKAN UNTUK BERJUALAN. Anggota tidak akan bertahan karena
melihat komunitas punya pamrih. Kalaupun mau jualan, pakai strategi brandless dan tidak hard selling. Berikan produk ke anggota agar mereka punya self experience. Setelah itu, biarkan
anggota ‘bicara’ tentang brand yang
bersangkutan. Strategi ini cukup efektif. Taati peraturan jualan di sebuah
komunitas. Beda komunitas biasanya beda peraturan.
Narsum
berikutnya adalah Joh Juda, Owner Fotodroids (komunitas memotret pakai ponsel
android). Status? Jomblo. *eh* “Kebiasaan masyarakat telah berubah. Dulu kalau
mau makan, ya, makan aja. Sekarang? Pasti foto-foto makanan/selfie, di-share, baru makan. Bahkan, kalau makanan
telanjur dilahap dan belum sempat difoto, makanan tersebut harus dipesan lagi! Kecenderungan
masyarakat untuk sharing sangat
tinggi,” Juda membuka pembicaraan. “Salah satu efek baiknya, hasil jepretan masyarakat (citizen journalism) ‘lebih dipercaya’
daripada wartawan karena dianggap lebih jujur.”
![]() |
Joh Juda |
Nah,
saya jadi tergelitik, nih. “Bagaimana etika memotret sebenarnya?” tanya saya.
Beberapa teman mengaku sebal dengan aksi orang-orang memotret di
berbagai acara. Saya pun pernah membaca soal ritual ibadah umat Budha yang
terganggu karena aksi turis memotret di candi Borobudur.
Bicara
etika susah-susah gampang. Belum ada barometer yang mengatur. Di negeri
kita sepertinya bebas-bebas saja memotret. Beda dengan FiIipina yang dilarang
memotret di ruang umum. Di Amerika ada tempat-tempat tertentu yang tidak boleh
dipotret.
Saran
Juda, kalau memang tidak terpaksa memotret, sebaiknya tidak usah. Kalau memang
objek tersebut tidak sebegitu berharganya untuk dipotret, sebaiknya jangan. Contoh,
pernah kejadian di sebuah negara di mana rakyatnya kena kerja paksa. Wartawan
tidak ada yang memberitakan karena telah disogok. Namun, ada satu wartawan yang
berani. Dia memotret seorang bapak yang sedang termangu melihat kaki anaknya
dipotong oleh tukang jagal, di daerah tersebut. Foto-foto ini disebarkan kepada
dunia. Pemimpin zalim dihakimi. Kasus kerja paksa pun bisa dikalahkan. Kata
pemimpin zalim tersebut, “Hanya Kodak yang tidak bisa saya sogok pakai uang.”
Wow! Ini salah satu contoh objek yang penting untuk dipotret, Teman-teman. *kemudian
hening* *mendadak melamun inget foto-foto selfie saya yang bertebaran hiii ….*
*piye jadinya, jal?*
Kalau
bisa saya simpulkan, sih, memotret harus lihat situasi dan lingkungan sekitar.
Jangan sampai aksi memotret kita bikin orang pengin ngejitak kita huhuhu. Apalagi,
jadi masalah panjang. Narsum terakhir adalah Christian dari yangcanggih.com.
Christian memutar video peralihan ponsel selama 15 tahun. Mulai dari ponsel
segede gaban yang bisa bikin pingsan kalau nimpuk orang sampai ponsel canggih
tipis ringan nan eleykhan. Jadi ngikik sendiri ngeliat penampakan ponsel tebel
yang pernah saya pakai. Zaman ngekos pakai ponsel cuma bisa buat telepon.
Begitu ada fasilitas SMS, senengnya bukan main. Langsung bolak-balik SMS pacar
bwahahaha!
![]() |
Christian |
Fyi, kabar gembira buat
kita semua. Kini Smartfren punya microsite
baru namanya Semangat-Berbagi.com.
Teman-teman monggo share keseruan foto,
video, artikel tentang travel, makanan, gadget, dan lain-lain. Selain merasakan
indahnya berbagi, Teman-teman bisa dapat merchandise
dan gadget keren dari Smartfren, lho. Mau atau mau banget? Makanyaaa buruan cek
microsite-nya buat ikutan!
Pada
kesempatan ini, tim Smartfren memperkenalkan lebih jauh produk mereka Andromax G2 Touch Qwerty. Ponsel ini hadir
untuk mengakomodir kita-kita yang sering typo
kalau berponsel ria. Snapdragon dual core 1,2 GHz Cortex A7. RAM 512 MB ROM 4 GB.
Dual card. Sensor kamera utama 5 MP dengan LED flash dan autofokus. Kamera depan 1,3 MP. Bikin video? Bisa! Eits,
jadi makin gampang sharing foto dan
video via media sosial, dong. Smartfren bekerja sama dengan Gameloft. Banyak games menarik sudah terinstal di
Andromax G2 Touch Qwerty. Yang suka chatting,
BBM sudah terinstal juga. Harga enggak bikin kantong bolong. Sejak launching bulan lalu, penjualannya cukup
bagus.
![]() |
sumber |
Produk
Smartfren berikutnya adalah Mini Router
Smartfren Connex M1. Mini router CDMA 2000 1x EV-DO Rev.B multifungsi
sebagai wireless storage dan powerbank berkapasitas 4400 mAh. Kelebihan
lain, mini router dapat diakses hingga 6 perangkat secara bersamaan. Warnanya
cantik-cantik. Ada merah dan putih. Harga lumayan murah Rp499 ribu aja.
![]() |
sumber |
Acara
dimeriahkan dengan game, doorprize,
dan live tweet masing-masing berhadiah
Andromax G2 Touch Qwerty. Sayang, belum rezeki saya hiks. Semoga besok-besok,
yaaa hihihi. Sekadar saran, sebaiknya lain kali tidak terlalu banyak narsum dalam
satu acara, sementara waktu yang tersedia hanya sekitar dua jam. Tujuannya supaya
narsum tidak terburu-buru. Waktu untuk tanya-tanya juga lebih banyak. Seperti di
sesi Joh Juda, hanya satu orang yang punya kesempatan bertanya, yakni
saya. Saya yakin masih ada peserta lain yang ingin bertanya dan menggali ilmu
lebih dalam. Mumpung ada pakarnya gitu, lho. Ehm! But overall, acara Smartfren Community Sharing “Community and
Technology” sangat bermanfaat. Makan malamnya enaaakkk. Saya enggak nolak kalau diundang lagi. Sukses
untuk semua program Smartfren, ya! []
Haya Aliya Zaki
kok gak ada ppostinganna ya mak
BalasHapusUdah, Maaakkk. Maaf tadi malam kutinggal ngeloni anak-anak dulu. :))
HapusTerimakasih buat ilmu komunitasnya, jadi pahaam. di acara itu nggak ada sharing ilmu cara deketin gebetan di satu komunitas ya? :P
BalasHapusJiahahaha ada usul ga narsumnya siapa? :D :p
Hapusyg kodak tadi blm mudeng mak.. maksudnya gimana? aku nih sejak ngeblog jadi narsis, hihi
BalasHapusthanks infonya
Itu kejadian zaman dulu, Mak. Dulu kalo motret, kan, pake Kodak. :D
HapusEtika memotret..penting tuh kayanya dimulai di Indonesia ya mak. Sering liat paa traveling orh motoin bule tnp permisi...kl yg dipoto ga masalah si gpp ya kdg kan ada yg sewot kl ga minta izin dlu...
BalasHapusSeru acaranya ;)
Lha, mungkin takjub sekali-kalinya liat bule ya, Mak? Jadinya bule difoto-foto. *_*
Hapusasli kereeen nih acaranya, tema yang di bahas juga menarik :D nambah-nambah ilmu nih ya mak..
BalasHapusSmartfren gadgetnya emang canggih-canggih, sayang banget di daerah aku belum kejangkau jaringannya *hiks* *curhat
Mayan buat nambah wawasan ya, Mak. Btw, dirimu tinggal di manakah?
HapusAku punya reouter wifinya smartfren, kalau ditempatku di Yogya lumayan bagus jaringannya :)
BalasHapusTulisan ini musti dibaca sama penggerak komunitas nih, benar banget uraiannya.
Di sini Smartfren juga bagus, Kak. Awak pake modemnya. :D Materinya bagus, Kak, cuma waktunya kurang. :( Moga lain kali bisa lebih lama.
Hapusjd deg2an nih klo mau motret2...
BalasHapusPalingan lebih hati-hati aja, Mak. Lihat -lihat culture setempat juga. Beda culture, beda aturan. :)
HapusSetujuuu komunitas tidak berjualan #halah
BalasHapustapi jualan dan promo itu samakah?????
*puk2 nanti menang lagi laiptuit
Maksudnya tujuan utama komunitas didirikan bukan untuk jualan, Cha. Contoh, KEB didirikan untuk mengumpulan emak-emak yg hobi ngeblog, komunitas pencinta kucing didirikan spy member bisa curhat masalah kucing, mengumpulkan kucing-kucing jalanan, bikin baksos kucing, dst. Kalau sekali-sekali mau diselingi jualan/promo, monggo, sesuai peraturan. Tapi tujuan utamanya bukan itu. Cmiiw.
HapusAaakkk belum rezeki laiptuit xixixi.
HapusBener2 bermanfaat nih mak artikelnya, jadi gak ragu lg sama smartfren....dan acaranya tuh lho seru bgt bisa nambah ilmu kayaknya, kapan ya ada acara gituan di bali???
BalasHapusMoga-moga dibaca pihak Smartfren dan segera diadakan di Bali ya, Mak. ;)
HapusAku datang di minggu sebelumnya, mak. Jadi nggak ketemu kita yak. Btw, sepakat juga tentang bagaimana menjaga komunitas. Apa-apa juga, kalau membuat sih gampang, menjaganya itu yang bututh effort besar yes. Sama kaya menjaga perasaan di hati gitu... *eh
BalasHapusMoga KEB awet dan makin caem ya, Mak. ^^
HapusAcaranya sangat bermanfaat ya Mak... Sayang aku gak bisa hadir...jauh... E, aku juga pengguna modem Smartfren nih... Koneksinya lancar gak lelet... Baru kali ini punya modem yang gak nikin gusar karena anti lelet...
BalasHapusMoga next time diadakan di tempatmu ya, Mak. Aku pake modem Smartfren juga. ;)
Hapusmenarik yang soal memotret mak haya, berarti sekarang kudu pinter-pinter cari moment yang pas saat memotret, takutnya ganggu orang lain hehe.. ;)
BalasHapusIya, jangan sampe dijitak orang pas lagi motret, Dek. :))
HapusOoh jadi dulu pernah SMS2-an sama pacar waktu baru ada fitur SMS ya Mak?
BalasHapus*merunduk,takutditimpuk pake Andromax G2 Touch Qwerty*
:D
Keren reportasenya .... jadi intinya, bagaimana membuat komunitas nyaman ... maka akan bisa bertahan lama ya ...
Ada komunitas yang saya tahu sebenarnya didirikan untuk maksud jualan. Sekarang sepiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii sekali di sana. Eh kalo mau jualan bisa, asal yang soft-soft gitu ya cara jualannya, Mak ....
Oks, makasih sharing bermanfaatnya :)
Iya, Mak. Soale dulu kalau mau kirim pesan, kan, pake pager. Kudu telp ke mbak-mbak operator. Maluuuw. :))
HapusJualannya sesuai peraturan komunitas dan soft selling. Kira-kira begitu. :)
setuju komunitas bukan untuk jualan alias mencari keuntungan pribadi ...tapi memajukan anggotanya bersama-sama
BalasHapusSetubuuuh, eh, setujuuuh. :D
HapusBetul sekali.
BalasHapusMembentuk atau membuat komunitas itu mudah, memeliharanya yang kedodoran. Itulah sebabnya harus diawaki oleh admin yang cakep dan kreatif.
Terima kasih artikelnya yang menarik
Salam hangat dari Surabaya
Yang cakep, kreatif, dan gesit sat-set-sat-set gitu ya, Pakde. :))
HapusMba, acaranya bagus banget. Nambah lengetahuan. Apalasi soal komunitas begini. Suka bangett.
BalasHapusBtw, tentang foto itu, yang pemting jangan sampai nyolong foto, ya. Soal, kadang ada yang gak terima. Hehehe
Makasih sharingnya, ya.
Pastinya kita ga terima kalau foto kita dicolong. Kapan-kapan aku bahas soal ini di postingan berikutnya. Kami akan kembali setelah ikan-ikan berikut ini hag hag hag.
Hapus