“Orang
yang besar bukanlah orang yang memiliki harta banyak atau bangunan megah,
melainkan mereka yang memiliki karya.” – Syahruddin El-Fikri, redaktur harian Republika
Sabtu
(21/6) tepat pukul 10.00 pagi saya tiba di kantor Republika di Warung Buncit Raya,
Jakarta Selatan. Rangkaian acara Republika Bookfiesta dalam rangka merayakan
milad Republika baru saja dibuka. Pemotongan tumpeng pertama diserahkan kepada
Ustaz Subhan Nur, penulis buku Energi
Ilahi Tilawah.
![]() |
Pembukaan Republika Bookfiesta |
![]() |
Buku antologi saya Fight Love Hope dijual di bazaar |
Dalam
waktu dekat, Republika akan mengadakan lomba menulis novel. Muh. Iqbal Sentosa,
editor senior penerbit Republika, berharap penulis-penulis baru muncul dari pelatihan
menulis yang diadakan kali ini. Bahkan, kalau bisa, menjadi salah satu pemenang
lomba menulis novel Republika. Aamiin. Selain pelatihan menulis, Republika
Bookfiesta juga mengadakan bazaar, bedah buku bersama Ustaz Yusuf Mansur, dan
audisi presenter serta pemeran film Seven
Secret dari novel terbitan Republika.
Kalau kita bisa bercerita, kita
pasti bisa menulis
Sesi
pertama pelatihan menulis diisi oleh Syahruddin El-Fikri, penulis produktif
buku-buku agama sekaligus redaktur harian Republika.
“Kalau kita bisa bercerita, kita pasti bisa menulis. Kalau sudah ada kemauan, kita sudah punya modal menulis,” kata Syahruddin di awal
pertemuan. Coba rekam suara kita, dengar ulang, kemudian tuliskan kalimat demi
kalimat. Koreksi, koreksi, dan koreksi setelah ditulis. Saat menulis, kita
punya waktu berpikir.
![]() |
Syahruddin El-Fikri |
Bingung
mau menulis apa? Biasanya Syahruddin menugaskan reporter baru ke pasar.
Baginya, pasar adalah pusat berita. Mulai dari tukang parkir, pemilik toko
emas, sampai penjual telur, semua bisa jadi berita. Cerita tentang tukang
parkir bisa digali mulai dari tarif parkir, tiket, jumlah kenderaan, sampai ke
sosok tukang parkir sendiri. Kalau sang reporter cuma bisa dapat 1 – 2 cerita
setelah main ke pasar, berarti reporter tersebut termasuk reporter pasif.
Sesi
pertama ini lebih bersifat sharing
dan memotivasi. Jadi, menurut hemat saya, kalau dikatakan pure
pelatihan menulis, rasanya kurang cocok.
Dapur Penerbit
Sesi
kedua, sesi mengulik Dapur Penerbit bersama Muh. Iqbal Sentosa. Sesi ini lebih menarik.
Sedikit wawasan tentang Republika. Republika lahir tahun 2002. Ada harian Republika (surat kabar), penerbit
Republika, Republika Online/ROL (portal media online), dam alifTV (televisi berbayar).
Bicara
soal buku, penerbit Republika pertama kali menerbitkan buku Panduan Puasa Quraish Shihab (kumpulan
tanya jawab di harian Republika).
Setelah itu disusul novel Ayat-Ayat Cinta
dan Ketika Cinta Bertasbih 1 & 2
karya Habiburrahman El Shirazy, Hafalan Shalat Delisa
karya Tere Liye, dst. Rata-rata cetak ulang 14 kali. Wow, mungkin sebagian besar
sudah pada baca novel-novel bestseller
ini, ya?
![]() |
Muh. Iqbal Sentosa |
Salah
satu yang penting untuk diketahui adalah jumlah judul buku banyak sekali,
sementara tempat untuk display di
toko buku Gramedia terbatas. Sekitar 60 – 70% buku-buku yang di-display adalah buku-buku terbitan
Gramedia. Sisanya untuk buku-buku penerbit luar. Maka, terjadilah
“pertarungan”. Buku yang laku akan dipertahankan. Buku yang tidak laku akan di-retur. Buku yang tidak laku belum tentu
karena tidak bagus, tapi tidak punya tempat untuk di-display hiks.
Di
sinilah gunanya promosi. Promosi yang dianggap paling murah, cepat, dan efektif
adalah via media sosial. Hare geneee sebaiknya penulis punya media sosial semacam
Facebook, Twitter, dan blog untuk bantu promosi, demikian saran Iqbal. Coba
bayangkan, urusan buku laku bukan semata-mata urusan royalti. Sedikit buku yang
terjual, berarti sedikit pula yang membaca gagasan dan buah pikiran kita. Sedih
enggak, sih?
![]() |
Bareng Bunda Yati Rachmat dan Hanniffy (foto milik Hanniffy) |
![]() |
Tebak, ini selfie atau bukan? |
Media
sosial juga bisa dipakai untuk mengetes naskahmu sebelum dikirim ke penerbit.
Posting naskah di Facebook atau blog. Bagaimana komentar pembaca? Adakah kritik
dari mereka? Komentar dan kritik dari pembaca bisa jadi masukan berharga. Hm,
selanjutnya, mungkin kamu bertanya-tanya. Apakah naskah yang sudah diposting di
media sosial akan laku kalau dijadikan buku? Bukankah naskah sudah dibaca orang
banyak? Jangan khawatir. Buku Sepotong
Hati yang Baru karya Tere Liye tetap laris manis meski sudah diposting
berkali-kali di Facebook.
Layak terbit dan layak pasar
Syarat
sebuah naskah diterbitkan oleh penerbit Republika adalah LAYAK TERBIT dan LAYAK
PASAR.
LAYAK
TERBIT maksudnya sbb:
- tidak mengandung unsur SARA, pelecehan,
kekerasan, dan eksploitasi seks. Jadi, jangan coba-coba kirim naskah model Jakarta Undercover ke sini. Naskah
eksploitasi seks yang “berlindung” atas nama sastra juga tidak akan diterbitkan.
So, kirim naskah sesuai dengan misi
visi penerbit.
- bukan plagiat.
- bersifat kebaruan, baik tema maupun
sudut pandang.
- mengandung pesan yang kuat dan up to date.
- tata bahasa dan logika runtut.
- penulisnya autentik. Misal, penulis
yang berlatar belakang pendidikan
dan/atau berprofesi di dunia pendidikan, akan lebih klop kalau menulis buku
bertema pendidikan. Meski, tidak menutup kemungkinan untuk menulis buku-buku
bertema lain.
LAYAK
PASAR maksudnya diterima oleh masyarakat luas.
Kirim
naskah sejumlah 250 halaman (spasi dobel TNR 12). Penerbit Republika prefer menerima kiriman naskah print out, bukan digital. Naskah print out “aman” bagi penulis dan
memudahkan editor. Warning, sebaiknya
kamu tidak mengirimkan naskah digital kepada penerbit yang belum jelas
kredibilitasnya. Bisa saja mereka katakan naskahmu tidak layak terbit. Tapi,
suatu saat, naskahmu terbit dengan diubah sana-sini dan bukan atas namamu!
Yang
ingin kirim naskah ke penerbit Republika, jangan lupa teliti lagi akurasi data,
tata bahasa, logika, typo, dll. Stop berpikir, “Ah, nanti, kan,
ada editor yang memperbaiki.” Kalau naskahmu “bersih” dan memenuhi semua
syarat, proses terbit juga cepat. Lengkapi dengan surat pengantar, sinopsis,
keunggulan naskah, dan biodata penulis, ya. Seandainya layak terbit dan layak
pasar, royaltinya 8 – 10%.
Good news,
kamu boleh chit chat lebih dahulu dengan
Iqbal melalui e-mail iqbal@republikapenerbit.com, Twitter @ayahbagas, atau
WhatsApp 085219065915. Beliau sangat terbuka untuk diskusi. Sekarang ini banyak
penerbit menerapkan sistem “jemput bola”, termasuk penerbit Republika. Bukan
zamannya lagi penerbit duduk diam menunggu naskah datang. Oiya, sekadar info, sementara
ini, penerbit Republika tidak menerbitkan naskah kumpulan cerpen (kumcer) karena
segmen pasarnya kurang luas. Naskah novel dan nonfiksi, yuk, welcome.
“Boleh
jadi pada awalnya Anda yang ‘mengemis-ngemis’ kepada penerbit. Teruslah
berkarya. Yakinlah pada saatnya, penerbit yang akan ‘mengemis-ngemis’ (naskah)
kepada Anda,” kata Iqbal tersenyum.
![]() |
Terpilih sebagai salah satu penanya terbaik |
Nah,
tertarik? Ayo, semangat! Segera menulis dan kirim! [] Haya Aliya Zaki
“Boleh jadi pada awalnya Anda yang ‘mengemis-ngemis’ kepada penerbit. Teruslah berkarya. Yakinlah pada saatnya, penerbit yang akan ‘mengemis-ngemis’ (naskah) kepada Anda,” kata Iqbal tersenyum.
BalasHapusWiiih ini bikin semangat :)))
Mak, kalo di kota saya, toko buku yang rame itu Gramedia. Teman2 saya, kalo ada antologi saya terbit nanyanya begini, "Ada di Gramedia?" ... orang sini gak begitu suka beli online. Jadi kalo mau terbitkan buku bagusnya mencari penerbit yang kira2 bisa membuat buku kita ada di Gramed.
Lalu ttg promo ... kata banyak penulis sih seperti itu. Kalo menghadiri acara2 yang ada penerbitnya, kata mereka juga begitu.
Terakhir: Kayaknya itu foto selfie deh, pasti mak Haya acting serius kan, trus selfie-an? *kabuur*
*balik lagi* Makasih sharingnya ya Mak
*kabur lagi*
Iyaaa itu foto selfie. Aku pura-pura serius wkwkwk.
HapusKereeen..ilmunya. Ikut pelatihan emang nggak rugi ya. Coba di Solo sering ada kayak gini...
BalasHapusRasanya haus terus berburu ilmu ya, Mbak. :)
HapusArtikel yang saya sukai dan butuhkan
BalasHapusTerima kasih tipsnya
Saya akan mencoba kirim buku memoar ke Republika, semoga layak diterbitkan walau saya bukan seleb.
Salam hangat dari Surabaya
Sukses ya, Pakde. Monggo dikontak editornya. Katanya, blio menerima diskusi dengan tangan terbuka. :)
Hapusbaguss banget mbak..
BalasHapuspengen coba ikutan.
salam kenal mbak..^^
Salam kenal juga. Semoga bermanfaat. :)
Hapussekarang banyak penulis buku yang aktif di socmed,dan itu poin plus juga ya bt promo buku hehe..makasih mak sharingnya ^^
BalasHapusIya, Mak. Poin plus juga di mata penerbit hehehe.
HapusTerima kasih sharing ilmunya, mak. Sangat bermanfaat nih:))
BalasHapusSama-sama. Alhamdulillah. :)
Hapusaku masih belajar membaca mak :)
BalasHapusMak Lidya tulisannya wes apik, kok. :)
HapusMengemis-ngemis?? Tersindir nih mak..tp beneran kata2 itu bikin semangat deh...
BalasHapusCobain ahh kirim naskah novelku ke Republika... who knows?? ^^
Thanks for sharing this valuable knowledge mak 😚
Ga ada salahnya mencoba, Mak. Ada kontak editornya di atas kalau Mak Muna mau diskusi. Sukses, ya. :)
HapusInfonya jempooool bgt mak..makasih
BalasHapusSemoga bermanfaat dan bisa dipraktikkan. :)
HapusPengin banget ikut acara seperti itu. Sayang, di daerah saya tidak/jarang ada.
BalasHapus* Kebanyakan orang atau media massa nulisnya ‘ustad’; KBBI nulisnya ‘ustaz’; kalau santri di pesantren nulisnya ‘ustadz’ (kombinasi antara media massa dan KBBI). Tapi sepertinya pelafalan kita sehari-hari lebih condong ke ‘ustad’ ya, Mak? He-he.
Aaah, makasih infonya, ya. Saya lupa-lupa ingat ini di KBBI 'ustad' atau 'ustaz'. Tempo hari ggogling, kok, malah siwer. Sudah saya koreksi. :)
HapusWah, keren postingan Mak Haya ini. Bunda belum selesai nih, blaru tulis coret-coret, hehe... Mungkin yang keluar dari kepala aye, gak akan selengkap ini. Tapi tetap akan dibuat postingan, buat update blog, hehe.. Masih ada beberapa PR nih.
BalasHapusAyoo, Bunda. Sekalian update blog. :D
Hapusudah nebak itu foto selfie xixixi...:)
BalasHapusHahaha tahuuu aja. :))))
HapusFoto selfienya keren,mbak.hehehe..saya masih belajar menulis dari sudut pandang yang berbeda supaya layak jual.makasih infonya,mbak haya :-)
BalasHapusSip sip. Saya juga masih harus terus belajar. :)
BalasHapus