“Ah, kakaknya juga lambat bicara, kok. Jadi, kayaknya enggak apa-apa kalau
adiknya juga begitu.”
“Sepertinya
bisul ini wajar ada. Dulu waktu kecil sepupunya juga sering bisulan tuh.”
“Katanya,
bayi umur satu bulan harus dikasih makan pisang.”
Mungkin sebagian dari kamu pernah mendengar atau bahkan
mengucapkan kalimat ini, ya? Hayooo … ngaku hehehe. Waktu punya
anak pertama, saya juga mengalaminya. Saat menghadiri acara launching
Mommychi, sebuah aplikasi mobile
untuk ibu hamil dan ibu yang memiliki batita, oleh PT. Kalbe Farma. Dari
narasumber dra. Herawati, M.A (Pusat Promosi Kesehatan Sekretariat Jenderal
Kemenkes) dan DR. Dr. Ahmad Suryawan, Sp.A(K) (Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak
dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo/FK Unair Surabaya),
saya baru tahu kalau dalam mengasuh anak, kata-kata “kayaknya”, “katanya”, “sepertinya”, “kelihatannya”, dst, tidak boleh dipakai. Dalam
mengasuh anak, kita harus yakin dan pasti dengan kebenaran
informasi yang ada. Orangtua tidak punya kesempatan kedua karena waktu tidak
akan pernah kembali, terutama pada 1000 hari pertama anak.
Kenapa 1000 hari pertama anak sangat penting?
Berdasarkan UU No. 23/2002 Perlindungan Anak, definisi anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih berada
dalam kandungan. Kualitas terpenting seorang anak dibangun dari 1000 hari pertama
kehidupannya, yakni 9 bulan 10 hari dalam kandungan (270 hari) dan 2 tahun (730
hari). Percaya atau tidak, 1000 hari pertama ini menentukan masa depan bangsa. “Pada masa janin sampai anak berusia 2
tahun terjadi proses tumbuh kembang yang sangat cepat, yang tidak terjadi pada
kelompok usia lain,” demikian penuturan
dra. Herawati.
![]() |
Dra. Herawati, MA |
DR. dr. Ahmad menambahkan bahwa pertumbuhan otak anak
sebesar 80% terjadi saat 1000 hari pertama. Wow, kebayang, betapa besar
pengaruh 1000 hari pertama ini, ya? Saat anak berumur 2 – 6 tahun, pertumbuhan
otak bertambah jadi 95%. Sisa 5% saat anak berusia 6 tahun ke atas.
![]() |
DR. Dr. Ahmad Suryawan, Sp.A(K) |
Nutrisi dan stimulasi adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam mengasuh anak. Anak yang cerdas dan berperilaku baik dibentuk
dari awal, tidak mungkin instan. Orangtua hendaknya sungguh-sungguh mengikuti
perjalanan tumbuh kembang anak. Bisa saja anak yang awalnya tumbuh normal,
berkembang jadi tidak normal. Demikian pula sebaliknya. Anak yang kakaknya
lambat bicara, tidak mesti adiknya harus lambat bicara. Sebagai orangtua, kita
harus tanggap. Kalau sudah di atas 6 tahun, kemungkinan besar masalah pada anak
tidak dapat diperbaiki.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap pentingnya 1000 hari
pertama anak, PT. Kalbe Farma, salah satu perusahaan farmasi terbuka terbesar
di Asia Tenggara, menghadirkan aplikasi Mommychi. “Edukasi pentingnya kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang
anak terus dijalankan demi mencapai Millenium Development Goals,” kata Vidjongtius (Direktur PT. Kalbe
Farma).
![]() |
Vidjongtius |
“Bagaimana dengan ibu hamil yang tinggal di pelosok? Pastinya
mereka tidak dapat menikmati aplikasi Mommychi ini,” tanya salah seorang hadirin.
Menanggapi pertanyaan ini, DR. dr. Ahmad menyebutkan fakta
mencengangkan. Berdasarkan pengalaman beliau malang melintang
sebagai tenaga medis, justru yang kurang peduli pada kesehatan adalah kaum
urban! Masyarakat di pelosok malah pada rajin ke puskesmas, buku imunisasi anak
selalu terisi, dst. Semoga saja edukasi kesehatan bisa merata, ya, baik di
pelosok maupun di perkotaan, dengan cara yang sesuai dengan sikon lokasi masing-masing.
Acara launching yang bertempat di fX Sudirman, Jakarta ini,
dihadiri oleh kembaran saya, Dian Sastro. *ditimpuk massa* Dengan
gayanya yang santai, Dian mengoprek-oprek aplikasi Mommychi. Baidewei baswei,
dari tadi ngomongin aplikasi Mommychi melulu, sebenarnya aplikasi Mommychi ini
apa, siiih? Tenang, tenang. Saya akan ulas semuanya di postingan berikutnya di sini.
![]() |
Narasumber berfoto bersama |
Senang sekali bisa hadir di acara launching Mommychi. Banyak
hal baru yang saya dapat. Di acara penutup, Dr. dr. Ahmad berkata bahwa media
dan blogger bukan sekadar “penulis”, tapi juga “guru”.
Info yang disampaikan ke masyarakat tidak boleh bias karena masyarakat tidak
mungkin mengoreksi. Wah, semoga saya termasuk blogger yang bisa menyampaikan
info dengan baik dan benar ya, Dok! Aamiin. [] Haya Aliya Zaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan jejak. Semoga tulisan ini bermanfaat. Mohon maaf, komentar Anonim akan saya hapus. Dilarang copy paste atau memindahkan isi blog. Jika hendak mengutip, harap mencantumkan sumber blog ini. Salam.