Teman-Teman,
kalau kamu penggemar berat cerpen remaja, kamu pasti tahu dengan majalah
Story. Yap, majalah ini memang spesialisasi majalah cerpen untuk remaja. Nah, kali ini kita akan mengulik profil di balik suksesnya
majalah Story. Siapa lagi kalau bukan Reni Erina (Erin), sang Managing
Editor yang cantik dan ramah.
![]() |
Reni Erina |
“Sejak
kecil saya sudah mencintai dunia menulis,” demikian kata perempuan kelahiran
Jakarta, 2 September ini. Di bangku SD, Erin telah
mengikuti ragam perlombaan menulis dan memetik kemenangannya satu demi
satu.
Bagi Erin, menulis sangatlah mengasyikkan. Dia selalu tertantang untuk menghasilkan karya-karya bagus. Namun,
beranjak remaja, Erin malah tidak pernah lagi mengikuti perlombaan apa
pun. Dia aktif menulis cerpen dan mengirimkannya ke majalah-majalah.
Hingga kini, ratusan cerpennya sudah tersiar di media cetak nasional.
Prestasi dalam bentuk lain pun mengisi. Novel yang ditulisnya bareng
beberapa sahabat, laris manis di pasaran. Naskah puisinya dibukukan
bersama sastrawan Asia dalam Suara-suara Nurani dan Kalbu.
Sederhana saja pencarian Erin di dunia yang digelutinya sekarang.
Kepuasan diri.
Mungkin terdengar klise, namun sesungguhnya tiada yang
ingin dia raih selain menyemangati diri sendiri. Soal materi, jujur dia
mengakui, berkat menulis, kebutuhan hidupnya dan keluarga tercukupi.
Perkara popularitas, itu hanya bonus dari kerja keras.
Erin memang baru tiga tahun memangku kepercayaan sebagai Managing editor majalah
Story, namun jabatan ini sebenarnya bukan sesuatu yang asing baginya.
Empat tahun sebelum majalah Story lahir, Erin pernah menjadi Chief
Editor di sebuah majalah musik (untuk remaja). Sebelumnya lagi, dia
sudah bertahun-tahun malang melintang di berbagai media cetak dan online, baik sebagai reporter, maupun redaktur tamu.
”Saya pikir, sekarang waktunya saya berbagi hal-hal yang pernah saya dapatkan. Saya sedang bergiat mencari bakat-bakat baru dalam dunia menulis. Kegiatan ini tidak kalah asyik dan menantang dibandingkan kegiatan menulis itu sendiri lho,” tutur perempuan yang pernah mengecap pendidikan di STSI Bandung ini.
Maka,
Erin benar-benar menikmati saat-saat dia memilih cerpen yang layak
untuk dimuat di majalah. Dia membuka kesempatan seluas mungkin kepada
penulis pemula yang potensial dan benar-benar mau belajar. Demi
menjunjung komitmennya, Erin rela 'berlelah-lelah' memberikan workshop
seputar dunia menulis kepada remaja (khususnya penulis pemula) di
berbagai lokasi. Si penyuka (banget) camilan cokelat ini juga
membuat grup diskusi terbuka di jejaring sosial Facebook. Peserta grup
ternyata cukup banyak dan terlihat antusias terlibat diskusi. Meski
didera kesibukan, setiap hari Erin berusaha menjawab pertanyaan atau
setidaknya menyapa teman-teman di sana. Minat menulis yang tinggi di
kalangan muda, membuatnya gembira.
”Selain untuk saling sharing ilmu, grup ini memacu saya memenuhi kebutuhan para remaja akan cerpen tertentu. Contohnya, sekarang saya rutin menghadirkan cerpen-cerpen remaja bernuansa lokalitas. Saya melihat cerpen remaja yang seperti ini belum banyak, padahal cerpen seperti ini bisa membantu mendekatkan remaja pada budaya dan kulturnya,” terang Erin.
Dalam pekerjaan, Erin tak cuma bertemu suka.
Duka juga sesekali singgah. Dukanya, ada sebagian penulis bersikap
semena-mena karena ingin segera menerima kabar tentang nasib cerpen
mereka. Mereka menggedor-gedor wall Facebook, mengirim e-mail,
bolak-balik SMS, atau memberondong via telepon. Wah … asal tahu saja,
setiap bulan redaksi menerima kiriman 5000 judul cerpen! Erin berharap,
para pengirim cerpen bisa lebih bijak menyikapi masa tunggu tersebut.
Sembari menunggu, kita tetap konsisten melahirkan karya tanpa harus
merasa terganggu dengan cerpen yang belum berkabar.
Duka lain, Erin yang sangat senang membaca buku Chicken Soup Series
ini mengaku pernah 'kecolongan'. Cerpen yang terpilih dimuat di
majalahnya, ternyata karya plagiat. Terus terang, Erin sangat
menyayangkan. Di matanya, penulis tak sekadar perangkai kata dan
pembangun konflik. Ada nilai lebih yang harus ditanam dalam hati. Hargai
karya orang lain, dengan demikian, karya kita akan dihargai. Dan, pastinya, masa-masa menjelang deadline,
tentu masa yang paling 'sensitif'. Menggabungkan begitu banyak ide dari
banyak kepala, bukan hal mudah. Apalagi tim redaksi terdiri dari
sejumlah orang yang karakternya berwarna-warni. Ledakan emosi kadang terjadi tanpa mampu dicegah.
”Bicara deadline, beberapa kali saya terjebak pada posisi lain yang sama-sama sulit. Misalnya, saat saya heboh dikejar deadline,
anak saya sedang sakit atau ingin merayakan ulang tahun. Hm, tapi mau
gimana lagi. Ini sudah risiko pekerjaan,” ujar Erin, tersenyum sendu.
Oiya, Erin mau cerita sedikit, nih. Selagi remaja, ia pernah mengalami peristiwa lucu. Dia
berkali-kali mengirimkan cerpen ke sebuah majalah dan hasilnya,
penolakan terus! Selidik punya selidik, olala … ternyata cerpennya tidak
sesuai dengan visi misi majalah tersebut. Ketika dikirim ke majalah
lain, cerpen Erin langsung dimuat. Intinya, kita harus jeli membidik
media yang hendak kita tuju. Sebelum mengirim cerpen, baca
berulang-ulang tulisan yang ada di media itu, selami pula selera
redakturnya.
”Oiya,
jangan salah, sampai sekarang pun cerpen saya masih ada yang ditolak!
Jadi, penulis pemula harus punya nyali mencoba. Semua penulis memiliki
kans yang sama, kok. Kalau belum dimuat, bikin lagi yang baru, demikian
seterusnya. Kendala-kendala yang dihadapi saat menulis merupakan sebuah
pendewasaan karya. Lalui dengan sabar, karena menulis adalah proses,
bukan sim salabim,” imbuh Erin, bijak.
Berikut pesan Erin kepada Teman-Teman, ”Barangkali kita semua pernah terserang krisis percaya diri. Bagi saya pribadi, menulis salah satu cara ampuh untuk mengikis krisis percaya diri. Maka, menulislah!”
Teman-Teman yang ingin menambah teman dan wawasan seputar dunia menulis (terutama tema remaja), boleh
bergabung di grup Facebook Story Teenlit Magazine (Official Grup). [] Haya Aliya Zaki
Foto-foto: Reni Erina
Foto-foto: Reni Erina
assalamu'alaikum mbak Haya ...
BalasHapusbaru pertamakali saya singgah disini, terimakasih sudah berbagi dan menginspirasi. Saya punya buku mbak berjudul Hilangnya Berlian Pink, hadiah dari bunda Yati saat GA blog beliau. Putri saya suka sekali.
Wa'alaikumsalam, Mbak Ani. Salam kenal. Terima kasih banget atas apresiasinya. Semoga buku itu bermanfaat. Salam buat putrinya ya, Mbak. :)
HapusAq selalu kagum dg wanita wanita yang hebat seperti ini,menginspirasi bgt
BalasHapusSaya juga, Mbak. Senang melihat kiprah mereka, ya. :)
Hapuspingin juga bisa sukses seperti mereka, salutnya juga dengan mbak haya yang makin sukses melalui tulisan2 yang menginspirasi
BalasHapusMakasih, Mak Lisa. Jangan bosan mampir kemari, ya. :)
Hapuswaks... 5000 judul cerpen mak?
BalasHapusKeren banget mbak Erin ini, pengen juga ah belajar bikin cerita-cerita remaja
Iya, Mak, kalau mau, boleh bergabung di grupnya itu. :)
Hapus