Tulisan ini dimuat di majalah Sekar
rubrik Kata Hati. Rubrik Kata Hati memuat kisah-kisah inspiratif
seputar dunia istri dan ibu. Tulisan sekitar 300 kata. Tidak perlu
menyertakan foto. Dikirim ke sekar@gramedia-majalah.com. Jangan lupa
cantumkan biodata singkat dan nomor rekening di akhir naskah.
Sebagian orang beranggapan bahwa anak yang
cerdas adalah anak yang mahir di bidang ilmu matematika atau sains. Terus
terang, awalnya pendapat saya juga demikian. Saya sedih ketika melihat Faruq (7
tahun) tertatih mengerjakan soal matematika dan lambat menjawab pertanyaan
seputar sains, sementara sepupunya malah sebaliknya. Di kelas, setiap ada
kompetisi mengerjakan soal matematika atau sains, Faruq memilih diam. Ia hanya
memandang lesu pada teman-temannya yang berlomba menjawab pertanyaan. Bila
diajak belajar bersama dengan saya di rumah, Faruq terlihat enggan.
Berbagai tip
dan trik sudah saya terapkan, namun hasilnya belum sesuai keinginan. Semakin saya desak ia bergelut di dua
pelajaran ini, semakin ia stres. Wajah Faruq tampak mendung setiap berangkat maupun
pulang sekolah. Kadang malah disertai
linangan air mata. Sikap Faruq mulai
memupuk kekhawatiran saya akan kenyataan bahwa anak saya bukan anak yang cerdas.
Hingga suatu ketika, saya membaca tulisan
seorang pakar pendidikan, Howard Gardner. Gardner berkata, tidak ada anak yang
bodoh, yang ada hanya anak yang menonjol pada satu atau beberapa jenis
kecerdasan. Saya langsung teringat dua hal. Yang pertama, daya hafal Faruq yang
sangat kuat, dan kedua, minatnya yang tinggi pada ilmu agama. Faruq senang dan
cepat sekali menghapal nama-nama nabi, berbagai macam surat Alquran, hadis
serta doa. Hm, benar juga, kalau memang ia lemah di satu bidang, mengapa saya tidak berusaha mengoptimalkan potensinya
di bidang lain?
Saya pun bergiat mengajarkan ilmu agama lebih
dalam kepada Faruq. Bahagianya saya,
semua hafalan surat Alquran, hadis, dan kosakata bahasa Arab, selalu dilahap
Faruq, penuh sukacita. Kami belajar dari
buku, poster, puzzle, serta mainan
edukatif. Saat belajar mata pelajaran ini di rumah, kami berdua sangat bersemangat.
Supaya kondisi yang diharapkan terwujud sempurna, saya tak lupa meminta
kerja sama dari para guru di sekolah.
Alhamdulillah, kala digelar acara
pertemuan antara guru dengan orangtua di sekolah, saya laksana memangku bulan. Berita
yang saya terima dari wali kelas Faruq, sungguh membahagiakan. Menurut beliau, kemampuan
Faruq dalam hal hafalan surat Alquran dan hadis, berada di peringkat tertinggi.
Faruq bisa mengungguli teman-temannya yang sedari TK telah bersekolah di situ.
Selain itu, Faruq juga menjadi role model
(contoh) untuk attittude (sikap
yang baik). Bila salat, ia selalu tertib, bacaan suratnya tepat serta lantang,
karena itu ia mendapat predikat ”imam
salat terpuji”.
Sedangkan untuk matematika, Faruq memang masih
harus berjuang ekstra. Saya tetap aktif mencari dan mempraktikkan tip dan trik
tertentu agar Faruq mau belajar matematika, seperti bermain games, memecahkan teka-teki, dan
sebagainya. Tapi, kalau ia sudah terlihat enggan, saya tak akan memaksa. Yang terpenting,
kini potensi Faruq yang lain telah melejit dengan baik. Mendung tak lagi
menggelayut di wajah bila ia hendak
berangkat ke sekolah. Ternyata, selama ini Faruq merasa minder dengan kelemahannya
di pelajaran matematika dan sains. Setelah ia tahu kalau ia punya kelebihan
di pelajaran lain, kepercayaan dirinya pun
mekar. Ia kembali menjadi anak yang ceria seperti dulu.
Setiap anak memang berbeda ya, mba... kalo anak saya, dlm hal matematika, english dan hapalan sangat cepat, saya sempat terkagum2 akan kemampuan anak saya ini. Tapi kalo disuruh mewarnai... aduhai... sangat tdk rapi, apalagi jika disuruh menggambar... heg sprtinya tdk berbakat. Anak nya pun sangat aktif (pecicilan aja). Tapi tetap saya ingin anak saya juga bisa menggambar, walaupun tdk ahli. Dan kita sbgai orang tua memang harus bisa menggali potensi anak2 kita :)
BalasHapusIya, bener banget, Mbak. Jangan sampai berpikir anak kita tidak cerdas karena dia tidak menguasai satu bidang. Tugas kita mensuport dan menggali potensi mereka. :)
BalasHapusMak, saya pernah kirim artikel ke majalah Sekar. Tapi saya tidak tahu, apakah artikel saya dimuat atau tidak, karena tdk ada pemberitahuan dr Sekar. Pernah saya tanya lewat email, tapi tdk dibalas, bagaimana menyikapinya ya... mohon saran. Makasih
HapusKalau saya belum berkeluarga, ga bisa ikutan nulis entri gini ya ,bak? :(
BalasHapus