Tulisan ini dimuat di majalah Ummi
rubrik Nuansa Wanita. Rubrik Nuansa Wanita memuat kisah inspiratif islami seputar pengalaman sebagai ibu atau istri. Naskah sekitar 300-400 kata dikirim ke kru_ummi@yahoo.com. Jangan lupa
mencantumkan biodata singkat dan nomor rekening. Sekadar info, Ummi adalah majalah bulanan. Jadi, harap maklum kalau masa penantian naskah dimuat, agak lama.
“Assalamu’alaikum Mbak Haya, tolong datang nanti sore ya. Di rumah ada acara. Bapak kedatangan tamu dari Klaten.”
“Iya
Pak, insya Allah kami datang,” sahut saya sambil tersenyum.
Telepon
barusan adalah telepon dari mertua laki-laki saya. Bapak, demikian saya biasa
memanggil sosok bersahaja itu. Menjelang kedatangan para tamu, saya sudah bisa
membayangkan semua hal yang sedang beliau kerjakan, yakni keluar masuk kamar untuk menyiapkan
oleh-oleh (untuk para tamu) berupa sarung, jilbab, peci, sajadah kecil, dan
lain-lain. Sedangkan Ummi, mertua perempuan saya, saat ini pasti sedang sibuk
membongkar barang belanjaannya. Siap-siap hendak memasak nasi dan lauk pauk.
Dulu, saat awal
saya bersilaturahmi ke rumah Bapak dan Ummi, di sana sedang ada acara
keluarga. Mata saya tertumbuk pada tumpukan jilbab dan baju muslim di
dalam kamar Ummi yang tidak tertutup rapat.
“Bukan,” jawab Mas Irfan singkat.
“Lalu untuk apa?” Saya makin penasaran.
“Untuk dibagi-bagikan. Buat
keluarga, tetangga, yah buat siapa aja,” jawab Mas Irfan lagi.
Saya terkesima, tapi urung
bertanya lebih lanjut. Di waktu berikut,
kala saya berkunjung lagi ke sana, terjadi hal yang sama. Rumah di atas tanah seluas 121 m2
itu sedang ramai. Juga di waktu lain.
Kadang tamunya para orang tua, anak-anak, atau remaja.
“Dari
dulu Bapak dan Ummi memang begitu. Meskipun rumah ini kecil, mereka berharap
agar rumah ini menjadi rumah yang berkah,” jelas Mas Irfan.
Sikap mertua
saya yang ramah dan terbuka, membuat rumah mereka terasa sangat “luas” bagi kami. Semua tamu selalu
disambut hangat. Tanpa pandang bulu, mereka dijamu dan diperlakukan istimewa. Untuk keperluan arisan, pengajian, pertemuan, pintu rumah selalu terbuka. Bapak dan Ummi ikhlas,
tanpa pamrih, selama tujuannya adalah untuk meraih kebaikan. Tak pernah mereka mengeluh capek, merasa direpotkan, dan sejenisnya.
Memerhatikan ini, hati saya jadi malu. Tak berani saya
menghitung berapa jumlah tamu yang pernah saya sambut dengan wajah masam dan
senyum terpaksa. Boro-boro menyuguhkan makanan, membuatkan minum saja, saya
setengah hati. Astagfirullah.
Saya juga sangat hafal ragam makanan yang biasa
dihidangkan Ummi. Sup bakso, ikan goreng, ayam goreng, sayur pecal,
teh hangat, aneka kue-kue, plus krupuk. Melihat menunya, bisa Anda perhitungkan
sendiri biayanya. Padahal, berapalah gaji
Bapak yang pegawai biasa dan Ummi yang seorang guru? Namun
alhamdulillah, meski tiada melimpah, nyatanya rezeki selalu ada. Masya Allah.
“Tak akan pernah seseorang jatuh
miskin karena selalu memberi. Allah sudah menetapkan rezeki masing-masing hamba-Nya. Jadi, tidak perlu khawatir.”
Begitulah kalimat Bapak yang lekat saya
ingat.
Sampai kini, tiada yang berubah.
Bapak dan Ummi masih setia mengundang tamu-tamu untuk datang dan menginap di
sana. Berkumpul, berbagi kisah, dan beribadah bersama. Tak pernah
sepi.
Terima
kasih, Bapak dan Ummi! Kalian
telah mengajarkan kami banyak hal. Semoga kita bisa terus bersua di rumah yang "luas"
dan penuh cinta itu. Semoga kami bisa mendirikan rumah-rumah yang "luas" dan
penuh cinta lainnya. Aamiin Allahumma Aamiin. [] Haya Aliya Zaki
mak haya, cerita yang kaya akan pesan moral. ikut terhanyut dan Subhanalloh bapak dan ummi sangat mementingkan akhirat ya mak. Kesentil nih *** bagus tutur katanya.
BalasHapusMakasih, Mak Astin. Iya, saya pengen seperti mereka, tapi masih sulit, Mbak. Masih banyak alpa dan suka mengeluhnya. :D
HapusMasya Allah, perilaku Bapak dan Ummi dari mbak Haya mirip banget dengan perilaku bapak mertua (alm) dan ibu mertua saya. Mereka bahkan beberapa kali menikahkan orang2, ada beberapa yang entah siapa, datang dari mana tapi mereka nikahkan dengan ikhlas, dengan mengeluarkan biaya mereka sendiri.
BalasHapusMudah2an beliau berdua selalu dalam kebahagiaan ya mbak.
Oya makasih sharing tipsnya :)
Aamiin. Semoga kita bisa mengikuti jejak mereka ya, Mak. Ikhlas, ikhlas, ikhlas, tanpa pamrih.
HapusKembali kasih, Mak. :)
Masya alloh beruntung sekali mba haya.. :D
BalasHapusnice post mak :D
thanks for sharing nya ya.. kudoakan sukses selalu :D
Iya, Mak. Alhamdulillah, jadi banyak belajar sama Bapak Ummi. Makasih doanya, Mak cantik. :D
HapusSelalu inspiratif :) makasih tipsnya, mbak :D
BalasHapusSip. Ayo kirim, Mbak. :)
HapusSubhanallah... kisah yang inspiratif Mak
BalasHapusSemoga Bapak dan Ummi selalu sehat, ya :)
Makasih sudah mampir, Mak. Kebetulan Ummi sudah berpulang. Mohon doa untuk almarhumah ya, Mak. :)
Hapuscerita penuh hikmah, terimakasih juga sharingnya Mba Haya. he..he..he..saya belum bisa tembus Ummi
BalasHapusAyo, coba terus, Mak. Suatu saat pasti bisa. Semangat! :)
HapusJadi kangen sama almarhum Bapak dan Mama, mereka juga seperti mertuamu, Haya.
BalasHapusMalah Bapak dan Mama bilang, tamu itu adalah berkah bagi rumah :)
Kisah yang menyentuh, Haya, pantas dimuat di Ummi.
Iya, betul itu, Kak. Tamu membawa berkah. Semoga kita bisa mengikuti jejak beliau-beliau ya, Kak. Masih harus banyak belajar sebagai hamba Allah. :(
HapusMakasih, Kak. Ayo, kirim juga. Pasti banyak kisah berhikmah yang Kakak alami, yang bisa dibagi. :)
menyenangkan ya mba Haya kl punya mertua yg baik, pasti do'anya juga selalu mengalir buat anak cucunya :)
BalasHapusAamiin. Mohon doanya untuk Ummi almarhumah ya, Mbak. Makasih. :)
Hapussubhanallah mbak.. patut ditiru banget.
BalasHapusmaksih ilmunya jg ttg nulisnya :)
Iya, Binta. Kembali kasih. :)
HapusSubhanallah mak. Jadi teringat sy pernah nulis dg gemesdi facebook ttg anak2 tetangga (cewek) yg smp malam begadang diluar rumah sejak ditinggal mati ibu mrk. Sy bilang: habis maghrib rumahku sih sudah tutup, anak2ku gak boleh main. Salah satu teman saya malah menasehati sy, "Sesekali biarkan pintu rumahmu terbuka untuk mereka."
BalasHapusWah, benar juga teman Mbak. Mungkin mereka jadi kurang perhatian setelah ibu mereka tiada.:( Tugas kita sebagai tetangga ikut memperhatikan, mungkin begitu ya, Mbak.
Hapuskisah yang inspiratif, cerita sederhana tapi ditulis dengan penulisan yang indah, menyentuh
BalasHapusMakasih, Mak. Yuk, kirim juga. :)
BalasHapuskisah nan menohok, aku juga jadi maluw...tq haya dah nulis ini:-)
BalasHapusSama-sama, Mbak Eka. :)
HapusSifat mereka mirip dengan bapak ibu mertua saya mbak... Mereka dengan kebersahajaannya selalu menyambut tamu dengan baik dan menyenangkan.
BalasHapusSayapun belum sepenuhnya bisa melakukan apa yang sdh dicontohkan...
Teladan yang baik ya mbak....
Aamiin. Semoga. Saya masih terus belajar. Terima kasih sudah mampir. :)
Hapusbapak dan umi yang pantas ditiru dan tauladan bagi kita karena mereka mempunyai sifat yang luar biasa ramah tamah, mau berbagi, menyambut baik tamunya wah moga aja ane juga dapet mertua yang kayak gituh deh aminnn
BalasHapusAamiin. Didoain. :D
Hapusterima kasih contoh tulisannya, mbak
BalasHapusSama-sama, Mbak Naqi. :)
BalasHapusCeritanya ringkas namun syarat persan moral yang indah. Mengena, seharusnya, untuk siapa pun, ya Mbak. Mudahan terberkahi semuanya. Slama hangat, salam kenal.
BalasHapusOhya, saya sempat lho membaca Customer Nekat, di Gado-Gado majalah Femina. Lucu juga ceritanya.
Hai, salam kenal juga. Iya, itu harapan kita semua. Terima kasih sudah mampr. :)
HapusSangat Inspiratif mb, hidup terasa bahagia, tanpa ada keluh berlebihan tentang hidup. terimakasih juga contoh tulisannya,
BalasHapusKalau bersyukur, pasti semua terasa cukup, ya. Keep on writing. :)
Hapuscerita ini mengingatkan pada orangtua saya sendiri mb haya... makasih juga sudah mengingatkan dengan cerita ini.. sy terkadang terasa malu jika ingat kebaikan dan keihklasan orang tua... kita berasa belum ada apa-apanya dibanding beliau beliau, orang tua sy seperti juga prinsip hidup dari mertua mb haya...:-) makasih....
BalasHapusSama-sama, Mbak Luluk. Saling berbagi. Semoga kita bisa mengikuti jejak mereka. Aamiin. Makasih sudah mampir. :)
HapusBesok aku mau mampir ke rumah Mbak Haya, ah. Tapi jangan disambut dengan muka masam, ya. Hehehehhehe
BalasHapusDisambut dengan muka masam karena baru minum jus jeruk nipis, Nik. :))
BalasHapusselalu inspiratif cerita mbak Haya:) Terimakasih untuk tips kirim2nya juga :)).
BalasHapusSama-sama, Mak. Jangan lupa kiriiiim. :D
HapusPostingannya bagus, mba... I like it :)
BalasHapusAlhamdulillah. Terima kasih sudah mampir, ya. :)
HapusKeren tulisannya bunda
BalasHapus