Tulisan ini dimuat di majalah Femina
rubrik Gado-Gado. Info jenis tulisan bisa dibaca di sini. Syarat teknis: font Arial 12, spasi 2, maksimal 3 halaman folio. Tulisan belum pernah dimuat di media cetak atau online. Dikirim ke kontak@femina.co.id. Jangan lupa
mencantumkan biodata singkat dan nomor rekening di akhir naskah.
Sepuluh tahun yang lalu, saya bekerja di apotek modern di
sebuah mal. Customer saya
macam-macam. Mulai dari yang penampilannya sederhana, sampai yang bling-bling. Mulai dari wajah asli lokal, hingga orang asing dari bermacam ras. Keinginan mereka
datang ke apotek juga macam-macam: menebus resep dokter, membeli
kosmetik, produk perawatan tubuh, atau kursi roda.
Ini salah satu nostalgia customer
nekat, yang seumur hidup enggak mungkin bakal saya lupa. Suatu malam, menjelang apotek tutup, seorang customer, pria berkulit putih, masuk.
Jalannya sedikit terhuyung. Penampilannya kusut dan matanya merah. Hati saya mendadak waswas. Bau
alkohol tercium.
“Do you have V*****?” tanyanya, dengan suara keras.
Olala, dia menyebutkan nama pil biru, obat anti-impotensi terkenal! Gayanya beda banget dengan customer biasa yang selalu bisik-bisik
kalau bertanya tentang obat itu. Beberapa staf
dan customer lain menengok ke arah saya dan pria itu.
“Prescription
please, Sir?” saya langsung
menanyakan resep dokter kepadanya.
Adegan berikutnya, jangankan menerima secarik
resep, justru sumpah serapah memenuhi ruangan apotek. Si pria kulit putih mencak-mencak, enggak sabar untuk mendapatkan obat V*****. Saya dan staf betul-betul keder.
Melihat saya tetap bergeming, ia mulai mengancam. Customer
lain memilih meninggalkan apotek, tentu mereka takut terjebak keributan. Saya, yang masih manajer anak bawang alias manajer baru, tambah gemetaran. Bukan apa-apa, ngeri
rasanya ngotot-ngototan sama orang setengah mabuk. Saya khawatir dia bertindak agresif.
Akhirnya,
saya menyerah. Saya mengeluarkan pil biru dari lemari penyimpanan. Si pria tadi menyerahkan kartu kredit buat
membayar. O-ow, malang, bolak-balik digesek, kartu kreditnya tertolak!
“Sorry Sir, your
credit card .…”
Gubrak! Ia menggebrak meja, tidak terima. Dengan
kasar dia mencopot jam
tangan mahalnya dan menyerahkan dua ponsel canggih kepada kami sebagai jaminan. Ia berjanji akan kembali esok harinya untuk menebus barang-barang itu. Hmmm ... antara takut, jengkel, dan geli jadinya. Nihil resep, kempes dompet, dan kartu kredit tertolak, ternyata tidak mampu menghalanginya menggondol pil biru idaman!
Karena amat ketakutan, kami terima semua barang jaminan. Aduh, sebenarnya ini
apotek atau pegadaian, sih? Terus, bagaimana kalau tahu-tahu dia mati gara-gara makan obat tanpa resep dokter?
Malamnya, pikiran saya tidak tenang. Semoga pria itu kembali lagi ke apotek dalam keadaan sehat dan
waras. Syukurlah, doa saya terkabul. Dia kembali
lagi ke apotek dengan wajah ramah dan
bahasa yang santun.
Sumpah, ganteng abis! Kalau enggak
ingat insiden semalam, mungkin saya sudah naksir hahaha ...!
Setelah kejadian itu, saya baru kepikiran. Kenapa saya
enggak memanggil sekuriti mal saja, ya? Hmmm ... mungkin saking
takutnya, otak jadi tidak bisa diajak berpikir lagi.
Setelah insiden itu, customer
nekat lainnya masih datang
silih berganti ke apotek saya. Ada yang berniat mencuri, ada
yang mengajak jualan berlian, ada juga yang mengajak nikah hihihi …. Tapi, saya sudah lebih lihai menghadapinya. []
Haya Aliya Zaki
pengen juga mak kirim tulisan ke femina, selamat ya mak... :D
BalasHapusMakasih, Mak. Ayo kirim. :D
BalasHapusKeren mbak tulisannya.
BalasHapusmakasih ya mbak, udah nampilin di sini :)
Makasih. :D Ayo, ditunggu tulisannya. :)
HapusWow... hebat,banget nih artikelnya mbak.Siip bgt :-bd
BalasHapusSip. Yuk, nyusul, Mbak. :D
Hapushahaha... 'ternyata ganteng'... hehehehhee tp kok pake obat2an gitu sih......qqqqq
BalasHapuspanik emang jadi lupa segalanya yah.. :-)
Kurang pede kali, Mbak hihihi. Bener-bener pengalaman unforgettable seumur hidup ini. :))
Hapusmba haya,terima kasih semangatnya...bagus dan mengalir ceritanya.
BalasHapus***ada-ada aja ya customer itu.
Ayo, Mbak Astin. Semangat, ya. ^_^
Hapusnekat demi membahagiakan pasangan :shutup:
BalasHapusQiqiqi iya, kali. :))
Hapusseru banget kisah nya mba :D
BalasHapusIya, Mbak. Ga bakal lupa sampai sekarang. Udah lebih 10 tahun. :D
HapusHihihi, lucu :))
BalasHapusKalau diinget-inget sekarang, geli, Fit. Tapi, pas ngalami dulu, asli serem. Mana pas apotek dah mau tutup shift malam pula. :)
HapusHahahahaha....yg ngajak nikah tu yang asyeek...asyeek...! Menandakan yg jaga lumayan cantik!
BalasHapusKyaaa ... bisa aja, nih, Mak Sumarti. :))
HapusHayya, bisa jadi satu buku ya, jurus menghadapi pelanggan apotek.
BalasHapusHihihi iya, kayaknya bisa, Mak. Masih ada lagi yang aneh-aneh yang belum diceritain. :)
Hapuscie cie yang nekat.. hehe...
BalasHapusslam kenal ya, mbak :)
Hihihi puyeng ngadepin yang nekat-nekat. :)) Salam kenal juga. Makasih dah mampir, ya. :)
Hapuskalau nekat nekatan tuh bikin orang menjadi sadar dan tahu diri lohhh bagus dong nekat bisa merubah hidup dan pandangan hidup
BalasHapusNekat, tapi tetap pakai perhitungan, ya? Sip, sip. :)
Hapuseeh mas mas gantengnya ndak sempoyongan lagi yaa bu :D
BalasHapusWah yang jadi model di blogcamp niyee, salam kenal bunda :D
seru banget pengalamannya mbk :)
BalasHapusMbak Haya, minimal berapa kata ya.
BalasHapusMba untuk tulisan yang dikirim ke rubrik gado-gado apa harus berdasarkan kisah nyata ?
BalasHapusIya, harus pengalaman nyata, bukan fiksi.
HapusNekat juga ya si Bule, nggk malu malu
BalasHapusCoba juga ah kirim hihi. Keren mak tulisannya selamat ya
BalasHapuswaaaaaa, Ada yang ngajak nikah juga mbak? mbaknya cantik sih makanya banyak yang naksir, hehehe
BalasHapus