Lomba Menulis Esai
Keajaiban Sentuhan Medis saya ikuti bulan April 2008. Penyelenggaranya Majalah
Reader's Digest Indonesia dan Singapore Medicine. Saya mendapatkan info
lomba ini dari Tria Ayu K.
Tujuan saya mengikuti
lomba ini, antara lain untuk berbagi tentang sosok tenaga medis yang
"ideal". Kebetulan, saya dan keluarga memiliki pengalaman tentang
itu. Kisahnya sendiri saya tulis seperti kisah inspiratif.
Alhamdulillah, saya menang.
Hadiahnya 400 dolar Singapura berupa voucher belanja di Takashimaya, Singapura.
Ketika suami dinas ke Singapura, voucher bisa dibelanjakan. Berikut
naskahnya :
Awal Januari 2007, ibu
mertua saya, Hj.Siti Rosyidah (58 tahun), divonis menderita kanker otak ganas (Glioblastoma
multiforme). Anehnya, tidak ada keluhan sakit atau pusing yang dirasakan di kepala.
Hanya, bila berbicara, lidah ibu seperti cadel. Ternyata, sel-sel kanker itu
bersarang di otak kirinya, mendesak syaraf pusat bicara.
Setelah berkonsultasi
dengan beberapa dokter, kami memilih dr. David Tandian, SpBS untuk
menangani Ibu. Beliau ramah, selalu tepat waktu, dan janji (ini penting!),
sangat sabar dan detail bila menjelaskan tentang penyakit dan tindakan
yang akan diberikan pada Ibu. Setiap dihubungi, dr. David selalu menerima
dengan tangan terbuka. Baik untuk konsultasi atau sekadar mendengarkan keluhan
kami. Di waktu Subuh atau tengah malam sekali pun! Menghadapi masa-masa
sulit seperti ini, kami tidak hanya membutuhkan dokter yang pintar dan
berpengalaman, tapi juga dokter yang mampu memberi suport, empati, dan
membesarkan hati kami.
Ibu berjuang melawan
penyakitnya. Beliau telah dioperasi satu kali, menjalani kemoterapi dan
radioterapi, tapi tumor itu tumbuh dan tumbuh lagi di tempat yang sama. Di saat
dokter lain menyerah dan memprediksi umur ibu paling lama lagi 3 bulan, 6
bulan, dsb, dr. David tidak demikian. Beliau berupaya mengoperasi ibu untuk
kedua kalinya. Operasi dilakukan segera karena kalau terlambat, nyawa ibu
bisa melayang. Pertumbuhan sel-sel kanker itu sangat pesat. Selesai operasi,
dr. David langsung meng-implant satu jenis obat kanker di tempat sel-sel
kanker selalu bercokol.
Kira-kira dua bulan
kemudian, dilakukan ct scan. Hasilnya, sel-sel kanker memang tidak tumbuh di
tempat yang biasa, tapi tumbuh sedikit di tempat lain (masih di sekitar syaraf
bicara juga).
Kini, tujuh belas bulan
berlalu. Ibu masih bertahan. Memang, keadaan Ibu tidak lagi seperti sediakala.
Tangan dan kaki kanannya telah lumpuh. Bibir beliau juga sudah tak mampu
mengeluarkan suara sama sekali. Tapi alhamdulillah, kondisi kesehatan Ibu
stabil. Beliau masih tetap dalam pantauan dr. David dan rekannya, dr.Nanang
Sugiarto, sebagai pasien home care. Di setiap embusan napas yang masih
dianugerahkan Allah kepadanya, itulah hal yang patut kami syukuri. Hingga detik
ini.[] Haya Aliya Zaki
Catatan : tanggal 2 Oktober 2008, ibu mertua saya harus
menyerah berjuang melawan sakitnya. Beliau dipanggil Sang Khalik dengan
senyum tersungging di bibir. Semoga arwah almarhumah mendapat tempat
terindah di sisi-Nya. Allahumma laa tahrimnaa ajroha walaa taftinnaa ba'daha
waghfir lanaa walaha ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan jejak. Semoga tulisan ini bermanfaat. Mohon maaf, komentar Anonim akan saya hapus. Dilarang copy paste atau memindahkan isi blog. Jika hendak mengutip, harap mencantumkan sumber blog ini. Salam.